Minggu, 24 April 2011

Balada Sariawan

Aku punya suatu penyakit yang setiap bulan selalu datang. Tapi jgn disalah artikan dengan "Tamu bulanan" lho :p
penyakit itu adalah sariwan hahahahaha (tau gag??!:p)
Dari kecil sampai segede ini, tiap bulan aku slalu langganan sariawan. gag tau apa penyebabnya.. katanya sih karena stress hahaha

nah.. tiap aku lagi banyak pikiran slalu aja sariawan. dan lucunya misal ni.. aku kepikiran tugas, ujian, laporan. sariawan muncul ada 3!! tiap tugas selesai, sariawan yg satu hilang, kalo ujian udah kelar sariawan tinggal 1. nah kalo udah selesai semua ya udah sembuh semua. hahahahahah
ya memang begitulah adanya :O
Babeku sampe hafal, kalo di rumah aku cuma diem pasti langsung ditanyai "mesti sariawan",
aku: angguk angguk kepala.
Babe: "sariawannya ada berapa?", 
aku: ngluarin jari telunjuk ama jari tengah (2)
babe:"mau ada ujian dua ya??", 
aku: angguk angguk kepala lagi
Babe: "hahahahahahahaha", 
aku:???!!!! -_______-

Ngomong-ngomong tentang sariawan, dokterku pernah bilang jgn ngemil yang keras-keras. karena bisa nglukain mulut, gusi ataupun lidah kita. Dan periksa gigi, apakah ada yang tajem ujungnya (lancip) jadi bisa nglukain lidah, gusi ataupun mulut, apalagi disaat kita makan. 

pernah suatu hari, aku sariawan di lidah. dan suakitnya mpe gag bisa makan, bicarapun sulit. sampe-sampe temenku bilang gini:
Riri: "dipriksain lho Ai, takutnya ntar bisa jadi kanker lidah"
Aku: :"HAH???!!!! masak sih?! gak mungkin!"
Riri: "iya beneran. aku pernah lihat di tipi-tipi" (korban sinetron kayaknya hahaha #peace :p)
Aku: "Jangan nakut-nakutin dong.... -___-" (hampir nangis #lebay)
Riri: "makanya ke dokter!"
Aku : "iya-iya, ntar sore Ai ke dokter"

Sorenya aku ke dokter deh..
stelah diperiksa, sariwanku ini selalu berjenis Sariawan S...... lupa namanya dah. tu disebabin benda-benda tajam atau bisa karena stress!.

Bu Dokter: "kamu suka ngemil ya?"
Aku: "Gak juga Dok, ssya gak terlalu suka ngemil"
Bu Dokter: "lha kenapa?"
Aku: "Gak boleh dokter kandungan Dok" (jawab dengan cueknya)
Bu Dokter: "Hah??!!!"
Aku: "knp dok??" (pura-pura shock :p)
Bu Dokter: "kok Dokter kandungan?"
Aku: "karna saya dulu pernah dateng bulan sampai 35 Hari Dok"
Bu Dokter: "Kok bisa??"
Duh.. ni dokter ppingin tau aja.. kok tanya "kok bisa??" secara dia kan seorang dokter! -____-
Aku: "ya karna saya suka ngemil Dok, yang ada MSG MSG nya gitu dok!" (dikit gemes!)
Bu Dokter: "oooohhhhhh, ya lain kali jangan ngemil-ngemil lagi yaa"
Aku: "Makanya itu Dok, sya jarang ngemil!" -___-

Bu Dokter: "Coba kamu buka mulutnya"
Aku: aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa (mangap!)
Bu Dokter: "Gigimu perlu diamplas dek"
Aku: "HAH???!!!!" (emang aku meja gitu pake diamplas-amplas??!!! -___-)
Bu Dokter: "Gigimu lancip lancip, apalgi itu yang gigi taring kok lancip gitu"
Aku: Namanya aja gigi taring ya lancip dong!! (Berkata dalam hati) :p
Aku: "lha saya kan adeknya Edward Cullen Dok" (Serial Eclipse)
Bu Dokter: "Hah?! siapa itu?"
Aku: gak Gahoolll nih (berkata dalam hati :p)
Aku: "Kakak tingkat saya kok Dok -___-"
Bu Dokter: "ohhh"
Aku: "???!!!!&&***##$$%%%%^^&&***"

Dan tau gak??!! Ponakanku yang namanya Shafa umur 2,5 tahun juga lagi sakit sariawan lho.. gak tau ya penyebabnya apa. moga-moga aja bukan karena stress :p (Gag mungkin!!)
malem Sabtu badannya tiba-tiba panas, tapi masih aja loncat-loncat!! -_____- 
Masih semangat naek-naek lemari lagi!!
dan berikut buktinya!!:



Sabtu pagi, Babe and Mamaku mau kondangan ke Solo. Aku and Shafa maen ke tempat Tante Novi. Dirumah Tante juga badannya Shafa Panas, bangun tidur dia muntah-muntah. Aku panik!
segera ambil air madu! oonnya. air yang aku ambil adalah air mentah!
Buanglah air itu! untung belum aku kasih madu :p

dibuatin air madu, Shafa malah nangis gak mau minum.
Shafa: "Sakit.. sariwan" sambil nunjuk-nunjuk mulutnya
Aku: prihatinnnn, mikir "kok kayak aku??"
Om: "Kok tantemu mbok tiru to dek??"
Aku: "???!!!@@#$$%^&&**"

Sakitpun Shafa masih punya kekuatan buat maen drum! mukul-mukul drum!!
telingaku sumpah sakit dah!! berisik banget!!
Dan ini dia jagoanku:

































Sabtu, 16 April 2011

Arti sahabat

Sahabat.... setiap orang pasti mempunyai persepsi masing-masing tentang apa arti sahabat yang sesungguhnya..
bagiku, menemukan seorang sahabat yang benar-benar sejati sangatlah sulit..
sahabat bagiku ialah seorang yang bisa memberiku semangat dikala aku putus asa,seorang yang selalu ada disaat aku senang maupun sedih, sesorang yang membuat hidupku terasa lebih berarti,sesorang yang memberikan banyak inspirasi kepadaku. 
jika dijabarkan, arti sahabat tidak ada habisnya..
Yaa.. mempunyai satu sahabat lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. 
persabahatan pasti ada kalanya kita mengalami cobaan, tetapi dengan kita mengatasi bersama, bisa memahami satu sama lain, mengerti satu sama lain sehingga semua itu bisa mengatasi cobaan-cobaan. 

aku pernah baca disebuah link http://hudadj.multiply.com/journal/item/3 
dan ada kalimat yang sangat menyentuhku : "Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian".

"Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya"

"Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah"
^^
hmm... dulu nih.. aku masih mencatatnya pada tanggal 12 April 2007 pada pukul 21:37 WIB
aku mendapat sebuah pesan pendek (SMS) dari salah seorang  teman, yang saat itu dekat denganku ^^ >> Anggara R. Yudikayana
ia mengatakan padaku: "Kita juga gag mesti harus mengalah sama sahabat kita. itu semua tergantung dengan keadaan kita. jadi ada waktunya kita mesti mengalah, tapi terkadang ada waktunya juga mereka mengalah sama kita" 
hihihi tu yang buat hatiku tersentuh dengan sikap dewasanya (Dika.red) :p
 
 
Intinya ialah....
bersahabatlah ......
ibarat pohon yang berakarkan kesetiaan
berbatangkan keikhlasan
berdahankan kejujuran
berantingkan kesepahaman
dan yang paling penting berdahankan kasih sayang :)
 
buktinya kucing aja bisa lho punya sahabat.. :p
ni buktinya!! :

hihihihi bener kan .. kucing aja bisa.. kenapa kita enggak??!! ;)
 

Kamis, 14 April 2011

Hiperaktif

Yeah! aku punya ponakan cewek.. namanya Nadia Shafa Alamsyah.. dipanggil Shafa
dia tipe anak yg bener-bener hiperaktif pake banget! (lebay dikit) :p tapi beneran deh.. hiper banget dia.. sama sekali gag mau diem.. sakitmu masih aja lari-lari, triak-triak, loncat-loncat dikasur -__-
hobinya makan, nonton Stroberi shortcake (ketularan tantenya :p), suka gigit, suka nyubit, dan lain sebagainya. tenag ponakanku masih satu jenis sama kita kok hahaha
dan... kebiasaan barunya adalah... naik-naik sampai ke atas lemari.. :O
dan dengan bangganya waktu aku pulang ke rumah (karena aku ngekos) dia pamer sama aku "Tante, aku bisa naek keatas" sambil nunjukkin lemari. Aku: "?????!!!!%&&#$**^&&&^%%%%"
dan dengan cekatan dia langsung naek keatas lemari, tanpa ada rasa takut!! hebat tu ponakanku hahahahaha
padahal dia baru berumur 2 tahun 5 bulan 6 hari (pada hari ini)

dan berikut bukti dia berhasil naik keatas lemari : :p

hahahahaha ya ya ya ya .. begitulah keponakanku.. super duper hebat and pintar! :D
yg pasti tak terlepas dari kemiripan tantenya hahaha

Tugas Kuliahku CIF (COST INSURANCE AND FREIGHT) dan FOB (FREE ON BOARD)

A. Free On Board (FOB)
Free On Board (FOB) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Free On Board dilakukan pada di atas kapal yang akan melakukan pengangkutan barang. Selain itu yang memiliki kewajiban untuk mengurus formalitas ekspor adalah pihak penjual. Persyaratan dengan menggunakan FOB hanya dapat dilakukan untuk pengangkutan laut dan antarapulau semata. Penjual melakukan penyerahan barang. Bila barang – barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan. Hal itu berarti bahwa pembeli wajib memikul semua biaya dan resiko atas kehilangan atau kerusakan barang mulai dari titik itu. Syarat ini menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja.
FOB artinya pihak eksportir hanya bertanggung jawab sampai barang berada di atas kapal (vessel) dan kondisi dimana penjual atau eksportir hanya bertanggung jawab terhadap barang sampai di atas kapal yang ditunjuk oleh pembeli. Urusan pengangkutan (Shipping) bisa di urus sendiri, diserahkan kepada Broker (Shipping agent), Forwarding Company atau Courrier. Pengiriman dalam jumlah/volume yang besar akan lebih baik jika diserahkan kepada broker (shipping agent), pengiriman dalam jumlah sedang bisa diserahkan kepada forwarding company, sedangkan pengiriman dakam paket kecil akan lebih efisien jika menggunakan jasa courrier.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi FOB
a. Jarak antara Departure Port dengan Destination Port
Semakin jauh jarak antara pelabuhan asal (Departure Port) akan semakin tinggi juga Freight Cost yang akan timbul. Masing-masing forwarding company atau shipping line biasanya memiliki daftar rate yang disesuaikan dengan port of departure.


b. Berat atau volume dari barang yang diangkut
Semakin besar jumlah/volume barang yang akan dikirimkan tentu akan semakin tinggi juga Freight Cost nya.
c. Cara pengiriman
Cara pengiriman bisa melalui udara bisa juga melalui laut. Untuk jumlah/volume pengiriman yang sama, pengiriman lewat udara cost lebih tinggi dibandingkan dengan lewat laut.
d. Carrier (alat transportasi) yang dipergunakan
Masing-masing carrier memiliki rate yang berbeda-beda meskipun untuk cara pengangkutan yang sama (sama-sama lewat udara atau sama-sama lewat laut).
Hal ini disebabkan oleh layanan masing-masing cargo carrier mereka yang berbeda-beda, memiliki metode tersendiri dalam menentukan rate. Akan tetapi mereka masih harus tunduk kepada aturan IATA (International Air Transportation Association) untuk air carrier.
Barang dalam perjalanan
Barang dianggap sedang dalam perjalanan (in transite) ketika barang masih berada dalam pengangkutan (misalnya melalui jasa pengangkutan kereta api, truk, atau jasa udara) pada tanggal perhitungan.barang dalam perjalanan seharusnya termasuk dalam persediaan perusahaan bergantung pada syarat penjualan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar dan dijelaskan sebagai berikut :



Gambar 1. FOB Shipping Point dan FOB Destination
1. FOB (Freight on Board) shipping point atau FOB tempat pengiriman (frangko gudang penjual) : kepemilikan barang pindah ke pembeli pada sat pengangkutan barang terjadi dari gudang penjual.
2. FOB Destination atau FOB tempat tujuan (frangko gudang pembeli) : kepemilikan barang secara hukum masih berada pada penjual hingga barang tersebut sampai di gudang pembeli.
B. Cost And Freight (CNF)
CNF = Cost and Freight biasa disebut juga CFR, artinya pihak eksportir bertanggung jawab juga terhadap biaya pengiriman sampai pelabuhan negara tujuan. CNF atau CFR (Cost and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan. Untuk kondisi CFR ini asuransi ditutup oleh pihak importir.
Jika urusan pengangkutan diserahkan kepada freight forwarder atau shipping agent maka elemen-elemennya adalah sebagai berikut :
a. Handling
Besarannya berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesulitan penanganan di ground mulai unloading sampai ke truck pengangkutan dari airport/harbour sampai ke Gudang pemilik barang.
b. Trucking
Masing-masing forwarding memiliki rate yang berbeda yang pastinya tergantung pada jarak tempuh dan volume/bobot barang yang diangkut. Jika pengiriman diurus sendiri maka elemennya hanya Freight Charge yang kenakan oleh airline-nya.
FOB dan CNF merupakan cara bertransaksi dimana posisi si pembeli menerima barang yang di atur dalam INCOTERM 2000. Berikut penjelasannya :
3. EXW = Ex Works (nama tempat) Penjual menyerahkan barang di tempat penjual, misalnya di pabrik, gudang atau tempat lainnya. Dalam hal ini dokumen ekspor belum di urus. Risiko dan biaya-biaya terkait dengan pengambilan barang tersebut di tempat penjual menjadi tanggungjawab pembeli. Dibelakang terminologi Ex Works dicantumkan nama tempat penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli. Misalnya Ex Works Jurong-Warehouse. Ini berarti barang di serahkan oleh penjual di gudang penjual yang berlokasi di Jurong Singapore.
4. FCA = Free Carrier (nama tempat) Penjual menyerahkan barang-barang kepada perusahaan angkutan yang ditunjuk pembeli di tempat yang telah ditentukan. Dalam hal ini dokumen ekspor di urus oleh pihak penjual. Risiko dan biaya-biaya bagi pihak penjual hanya sampai pada saat penyerahan barang kepada perusahaan angkutan, selebihnya menjadi tangungjawab pembeli. Nama tempat penyerahan tersebut dicantumkan di belakang terms FCA. Misalnya FCA Kuala Lumpur. Kuala Lumpur dalam hal ini adalah nama kota dalam negara pihak penjual melakukan penyerahan barang tetapi masih berada di wilayah negara yang bersangkutan.
5. FAS = Free Alongside Ship (nama pelabuhan pengapalan) Dalam hal ini penjual menyerahkan barang di samping kapal bersandar pada pelabuhan pengapalan yang ditentukan. Pembeli bertanggung jawab atas segala risiko dan biaya-biaya sejak barang diserahkan oleh penjual di samping kapal. Dokumen ekspor diurus oleh pihak penjual. Nama pelabuhan pengapalan dicantumkan di belakang terms FAS. Misalnya FAS Narita. Artinya penyerahan dilakukan di samping kapal yang bersandar di pelabuhan Narita Jepang.
6. FOB = Free On Board (nama pelabuhan pengapalan) Penjual melakukan penyerahan barang di atas kapal (melewati pagar kapal) yang tertambat di pelabuhan pengapalan. Sejak dari titik penyerahan tersebut pembeli bertanggungjawab atas risiko atas barang dan biaya-biaya yang terjadi. Semua dokumen dan biaya-biaya yang berkaitan dengan ekspor merupakan tanggungjawab penjual. Sama seperti FAS, nama pelabuhan pengapalan dicantumkan dibelakang terms FOB. Misalnya FOB Singapore.
7. CFR= Cost and Freight (nama pelabuhan tujuan) CFR yang sebelumnya juga disebut sebagai C&F perlakuannya sama dengan FOB, hanya dalam hal ini penjual wajib membayar biaya-biaya dan ongkos angkut sampai ke pelabuhan tujuan yang ditentukan. Meskipun demikian, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang sejak penyerahan melewati pagar kapal berada pada pihak pembeli. Nama pelabuhan tujuan dicantumkan di belakang terms CFR, misalnya CFR Tanjung Perak yang dalam hal ini merupakan pelabuhan tujuan.
8. CIF = Cost Insurance and Freight (nama pelabuhan tujuan) Perlakuannya sama dengan CFR, hanya saja penjual wajib menutup asuransi angkutan laut terhadap risiko kerugian pembeli terhadap kerusakan atau kehilangan barang yang mungkin terjadi selama dalam perjalanan. Meskipun penjual yang menutup asuransi, risiko atas barang telah berpindah dari pihak penjual kepada pembeli sejak penyerahan barang di atas kapal di pelabuhan pengapalan. Sama seperti CFR, nama pelabuhan tujuan dicantumkan dibelakangterms CIF, misalnya CIF Tanjung Priok.
9. DES = Delivered Ex Ship (nama pelabuhan tujuan) Dalam hal ini penjual dianggap menyerahkan barang kepada pembeli di atas kapal (barang belum di bongkar) pada saat kapal tiba di pelabuhan tujuan. Semua biaya dan risiko terkait dengan pengangkutan barang sampai ke pelabuhan tujuan masih merupakan tanggungjawab penjual. Pada kondisi ini dokumen impor di pelabuhan tujuan belum diurus. Terms DES Tanjung Priok menunjukkan bahwa barang diserahkan penjual kepada pembeli di atas kapal di pelabuhan Tanjung Priok.
10. DEQ = Delivered Ex Quay – Duty Unpaid (nama pelabuhan tujuan) Sama seperti DES namun penjual menanggung biaya bongkar barang tersebut ke atas dermaga. Dalam DEQ – Duty Unpaid pembeli wajib mengurus dokumen impor dan membayar semua bea masuk serta pajak-pajak sehubungan dengan impor tersebut.
11. DEQ = Delivered Ex Quay – Duty Paid (nama pelabuhan tujuan) Selain bertanggungjawab membongkar barang tersebut dari kapal ke atas dermaga, penjual juga bertanggungjawab atas pengurusan dokumen impor serta pembayaran bea masuk dan pajak-pajak terkait dengan impor tersebut di negara tujuan.
Dari penjelasan Incoterms di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perdagangan internasional (ekspor – impor), apabila sales contract mencantumkan terms EXW, FCA, FOB, CFR serta CIF maka penyerahan telah terjadi di negara asal barang (country of origin) karena risiko atas barang (kehilangan atau kerugian) telah berpindah dari penjual ke pembeli di negara asal barang tersebut. Dengan demikian misalnya dalam hal PT.A mengimpor barang dari S Pte Ltd Singapore dengan terms CIF Tanjung Priok, maka dalam hal ini penyerahan terjadi di Singapura yaitu di luar daerah pabean Indonesia sehingga tidak memenuhi syarat untuk dikenakan PPN.
Pada saat PT. A memasukkan barang tersebut ke wilayah pabean Indonesia baru kemudian dikenakan PPN impor. Begitu juga misalnya apabila PT.X yang berkedudukan di Jakarta melakukan penjualan ke PT.Y yang bekedudukan di Surabaya terms CIF Tanjung Perak. Barang berasal dari sebuah perusahaan pabrik di Singapura di mana PT. X merupakan agen tunggalnya di Indonesia. PT.X akan membeli barang dari vendornya di Singapore misalnya dengan terms Ex Work Warehouse Singapore. Selanjutnya PT.X menjual barang ke PT.Y dengan terms CIF Tanjung Perak. Mengacu pada Incoterms 2000, penyerahan dari PT.X ke PT. Y merupakan penyerahan di luar daerah pabean yaitu di Singapore (bukan di Tanjung Perak Surabaya), sehingga PT. X tidak wajib mengenakan PPN ke PT.Y.
Selanjutnya PT.Y akan mengurus dokumen impor atas nama perusahaannya sendiri. Kontrak penjualan seperti ini bisa terjadi antara lain dalam hal PT.Y memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk (master list) atau dalam hal adanya pembatasan atau ketentuan pemerintah yang tidak membolehkan PT.X (misalnya perusahaan yang bergerak di bidang migas) melakukan impor langsung dari luar negeri melainkan harus melakukan pembelian dari perusahaan lokal. Dalam hal penggunaan trade terms DES atau DEQ – Duty Unpaid dalam transaksi perdagangan internasional, penyerahan dianggap terjadi di luar daerah pabean.
Dalam kedua terms tersebut risiko atas barang (kehilangan atau kerusakan) baru berpindah kepada pembeli setelah barang tiba di daerah pabean Indonesia. Pada DES penyerahan terjadi di atas kapal sedangkan pada DEQ – Duty Unpaid di sisi dermaga setelah barang dibongkar dari kapal. Sedikit benang merah mungkin dapat ditarik adalah bahwa dalam kedua terms tersebut dokumen impor wajib diurus sendiri oleh pembeli (importir) atas namanya sehingga Bea Masuk, PPh pasal 22 dan PPN dibayar oleh pembeli tersebut. Dengan demikian transaksi tersebut dapat dianggap seperti kegiatan impor biasa.
Hal ini berbeda dengan terms DEQ – Duty Paid, di mana pihak penjual yang mengurus dan membayar sendiri bea masuk dan pajak-pajak terkait atas namanya sehingga seolah-olah pihak penjual bertindak juga sebagai importir yang kemudian menjualnya kepada pembeli di daerah pabean. Perpindahan risiko atas barang ke pihak pembeli terjadi setelah pihak penjual menyelesaikan pengurusan dokumen impor. Meskipun terms tersebut jarang dipakai dalam sales contract ekspor-impor, hal ini dapat dikategorikan sebagai penyerahan dalam daerah pabean yang merupakan salah satu syarat dikenakannya PPN.


C. Cost Insurance Freight (CIF)
Cost, Insurance and Freight (CIF) adalah bagian dari Incoterms. Penyerahan barang dengan Cost, Insurance and Freight dilakukan di atas kapal, namun ongkos angkut dan premiasuransi sudah dibayar oleh penjual sampai ke pelabuhan tujuan, dengan begitu penjual wajib untuk mengurus formalitas ekspor. CIF disebut juga dengan CFR atau Cost and Freight. CIF = Cost, Insurance, Freight, artinya CNF + Insurance (Asuransi) ditanggung oleh eksportir. Untuk kondisi CIF ini asuransi ditutup oleh pihak importir.
CIF (Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang sampai pelabuhan tujuan dan kondisi dimana penjual atau eksportir menanggung semua biaya pengapalan sampai ke pelabuhan tujuan dan ekpsortir wajib menutup asuransinya. Freight Cost atau yang biasa kita kenal di Indonesia dengan ongkos angkut adalah pengeluaran (expenditure) untuk memindahkan barang dari gudang penjual ke gudang pembeli, merupakan komponen utama kedua dari landing cost dan landing cost calculation (The Abstraction).
Penjual melakukan penyerahan barang – barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos – ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang – barang itu sampai ke tempat tujuan. Hal tersebut bearti bahwa pembeli memikul semua resiko dan membayar semua ongkos yang timbul setelah barang – barang yang wajib setelah barang – barang. Selain itu dengan persyaratan CIF, maka penjual memiliki kewajiban untuk menutup kontrak asuransi dan melakukan pembayaran premi asuransi. Persyaratan penyerahan barang dengan CFR hanya dapat dilakukan untuk pengangkutan laut dan pengangkutan antara pulau saja.
Dalam transaksi ekspor dari Indonesia ke negara lain syarat pembayarannya selalu FOB (Free on Board) sedangkan pada transaksi impor ke Indonesia syarat pembayarannya selalu CFR (Cost and Freight) atau CIF (Cost, Insurance and Freight). Dalam kedua atau tiga jenis kondisi tersebut pebisnis Indonesia selalu berada pada posisi di bawah, dalam arti kalah dalam perolehan valuta asing yaitu pada kondisi FOB untuk transaksi ekspor, langkah pebisnis Indonesia untuk menghimpun devisa dari hasil ekspornya terhenti pada saat barang yang diekspor dimuat ke kapal yang akan mengangkut barang dagangan itu.
Berarti perolehan valuta asing pebsinis Indonesia dari barang yang diekspornya hanya berupa “harga pabrik” ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan eksportir sampai barang tiba di atas kapal yang memuatnya sementara biaya angkutan (freight) dibayar oleh importir di negara lain sana dan diterima oleh pebisnis asing adalah importir yang memilih sarana pengangkut dan sejauh ini mereka tidak memilih perusahaan pelayaran Indonesia sebagai pengangkut.
Sebaliknya dalam transaksi impor, harga barang yang harus dibayar oleh importir adalah sampai dengan barang dibongkar dari kapal di pelabuhan tujuan di Indonesia, termasuk biaya asuransinya (pada kondisi CIF) atau tidak termasuk biaya asuransi (kondisi CFR). Memang uang tambang dibayar oleh eksportir di sana namun biaya-biaya itu harus dibayar kembali oleh importir Indonesia. Suatu hal pasti bahwa transaksi ekspor dari Indonesia dengan kondisi harga CIF atau CFR seperti dikehendaki (diinginkan) oleh pebisnis Indonesia, tentu boleh-boleh saja, demikian juga kondisi harga FOB untuk impor ke Indonesia, namun apakah mitra bisnisnya di luar negeri setuju dengan apa yang diinginkan oleh pebisnis Indonesia itu.
Banyak faktor yang memerlukan pendalaman kajian lebih lanjut. Pertama, bagaimana bargaining power pebisnis Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan mitra bisnis di luar negeri, Kedua, bagaimana ketersediaan sarana pengangkut (=kapal laut) Indonesia, yaitu kapal yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran Indonesia. Kedua faktor penentu bagi pilihan syarat harga sesuai ketentuan Incoterms, merupakan faktor-faktor krusial yang sulit ditembus oleh kebanyakan eksportir dan importir Indonesia, karena:
1. Komoditas ekspor Indonesia mempunyai banyak saingan, banyak negara beriklim tropis yang juga mengekspor kopi, teh, minyak sawit mentah (CPO) dan juga produk-produk garment (TPT, tekstil dan produk tekstil) dan lain-lain.
2. Kalau lokasi negara pesaing dengan negara pengimpor lebih dekat, tentu eksportir negara lain itu dapat menawarkan harga yang lebih bersaing daripada harga yang ditawarkan oleh eksportir Indonesia eshingga meminta harga CIF/CFR bagi komoditas ekspor Indonesia cukup berat dari sisi negosiasinya.
3. Telah umum diketahui bahwa porsi armada niaga nasional Indonesia belum mencapai 10% dari armada niaga asing yang melayani jalur pelayaran yang sama; situasi ini sangat menyulitkan pebisnis Indonesia untuk meminta harga FOB bagi barang ekspornya sebab menyangkut kepastian penyediaan sarana pengangkut.
Kalau importir di luar negeri setuju membayar dengan harga CFR/CIF tetapi pada saat “latest shipment date” kapal Indonesia tidak tersedia, merupakan situasi yang sangat berat bagi eksportir Indonesia. Meminta perubahan kondisi L/C sehingga importir di Negara lain, yang membuka L/C, dapat menyetujui pengapalan dengan kapal non-Indonesia mungkin OK saja tetapi dikhawatirkan importer di luar negeri tersebut akan meminta kompensasi dalam satu dan lain bentuk, atau menetapkan penalty yang memberatkan eksportir Indonesia.
Melihat kepada dua situasi krusial tersebut, mungkin eksportir Indonesia sementara waktu ini harus “nrimo saja” hanya mendapat perolehan devisa yang cukup kecil dan importer Indonesia harus “nrimo” mengeluarkan devisa banyak-banyak. Satu hal sangat diharapkan yaitu pihak-pihak terkait, terutama KADIN Indonesia, INSA dan asosiasi bisnis lainnya melancarkan segala daya upaya yang diperlukan untuk meningkatkan bargaining power eksportir dan importir Indonesia.
D. Perhitungan Fob Dan Cif
Bahkan tidak jarang karena ketidaktahuan kita tentang pajak akan mengurungkan niat kita untuk membeli barang tersebut, yang sesungguhnya jika kita mengerti ternyata pajak yang harus dibayar tidak sebesar yang kita duga. Untuk setiap barang yang di pesan dari luar negeri, begitu sampai di negara Indonesia, yang pertama kali dilihat adalah kategorinya terlebih dahulu, apakah barang tersebut masuk ke kategori barang mewah atau non barang mewah.
Dari sini nantinya akan ditentukan apakah perhitungan pajak tersebut berdasarkan FOB ( Free On Board / Freight On Board ) atau masuk ke perhitungan CIF ( Cost – Insurance – Freight ). Lalu berapa batas minimum belanja yang akan terkena pajak adalah $50. Jika belanja berada dibawah atau sama dengan $50, maka tidak dikenai Pajak Bea Masuk. Namun jika belanja melebihi $50, akan terkena Pajak Bea Masuk.
Batas minimum tersebut akan sangat berbeda kasusnya untuk barang yang berada di kelas FOB dan CIF.
1. Untuk kelas FOB, nilai $50 hanya dihitung dari harga barang.
2. Untuk kelas CIF, nilai $50 merupakan gabungan ( nilai total ) dari harga barang + insurance + ongkos kirim.
Barang – barang yang merupakan kategori barang mewah akan masuk ke kelas CIF. Barang – barang tersebut adalah :
1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2. Barang yang hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.
3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Diluar empat kategori diatas, maka barang belanja akan dimasukkan kedalam kelas FOB. Nilai pajak akan dihitung dari 3 komponen dibawah ini:
1. Tarif Bea Masuk (tergantung kategori barang).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
3. Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2.5% s/d 12.5%.
Di bawah ini akan diberikan sedikt contoh perhitungan Pajak kelas FOB dan CIF :


1. FOB
a. Harga barang : $20
Ongkos kirim + insurance : $55
Karena harga barang dibawah $50, maka tidak dikenakan Pajak.
b. Harga barang : $60 ( misal : Kartu)
Ongkos kirim + insurance : $25
Nilai terkena pajak : $60 – $50 = $10
- Bea Masuk = 5% x $10 = $0.5
- PPN = 10% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 10% x ($0.5 + $10) = $1.05
- PPh = 7.5% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 7.5% x ($0.5 + $10) = $0.7875
Total Pajak = $0.5 + $1.05 + $0.7875 = $2.3375
Misal harga rupiah di rate $9500 , maka total Pajak = Rp.22.206,-
2. CIF
a. Harga barang : $10
Ongkos kirim + insurance : $35
Pajak : Total Nilai Belanja = $10 + $35 = $45.
Karena harga barang dibawah $50, maka tidak dikenakan Pajak.
b. Harga barang : $150 ( misal : Handphone)
Ongkos kirim + insurance : $75
Total Belanja = $150 + $75 = $225
Nilai terkena pajak : $225 – $50 = $175
- Bea Masuk = 0% x $175 = $0
- PPN = 10% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 10% x ($0 + $175) = $17.5
- PPh = 7.5% x (Bea Masuk + Nilai terkena pajak) = 7.5% x ($0 + $175) = $13.125
Total Pajak = $0 + $17.5 + $13.125 = $30.625
Misal harga rupiah di rate $9500 , maka total Pajak = Rp.290.937,-


DAFTAR PUSTAKA

Anonima .2011. Sistem Pembayaran Ekspor http://hengkysan7.blogspot.com/2010/08/sistem-pembayaran-ekspor.html. Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Anonimb . 2011. Arti CIF CFR. http://konten.detikpertama.com/artikel/arti-cif-cfr. Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Anonimc .2011. FOB Ekspor CFR CIF Impor Dapatkah. http://konsultanmaritim.blogspot.com/2010/10/fob-ekspor-cfrcif-impor-dapatkah.html. Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Anonimd .2011. Import Duty Calculation Perhitungan Bea. http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/2007/10/import-duty-calculation-perhitungan-bea.html. Diakses pada tanggal 7 April 2011.

Keiso dan weygandt. 2007. Accounting Principal. Salemba. Jakarta

Tugas Kuliah (Poster)

yeah!! di Jurusanku ada mata kuliah TIM, yaitu singkatan dari Teknologi Informasi Teknologi..
Nah.. kebetulan saya dan teman-teman diberi tugas oleh bapak dosen untuk membuat POSTER! poster dengan tema apa saja.. dengan menggunakan Corel Draw atopun Adobe Photoshop.. atau dua"nya..
Padahal aku paling gag telaten pake Corel hihihihi
dan ini dia POSTERku dengan tema "GO GREEN" HAHAHAHAHAHHAHAHAHA
sumpah!! setelah aku lihat posterku kayak anak kecil.. kayak SD -__-
tapi gag papa deh.. baru awal.. dah mepet ni otak :p


PENGERTIAN, MANFAAT DAN RUANG LINGKUP EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN

1. Pengertian evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif.
Definisi evaluasi dapat diambil dari pendapat beberapa ahli antara lain Soedijanto (1996), menyatakan: evaluasi adalah sebuah proses yang terdiri dari urutan rangkaian kegiatan mengukur dan menilai. Evaluasi merupakan proses mengumpulkan data yang sistematis untuk mengetahui efektifitas program pendidikan dan pelatihan. Pada dasarnya pengembangan Sumber Daya Manusia mempunyai misi memaksimalkan efektivitas pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Pengembangan juga dimaksudkan memberikan fasilitas pegawai melalui pemberian belajar dalam rangka perkembangan dan perubahan pribadinya, dalam hal ini pengembangan SDM meliputi tiga hal yaitu Pelatihan (training), Pendidikan (education) dan Pengembangan (development).
Raudabaugh dalam Yayasan Pengembangan Sinar Tani (2001), mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dalam meraih tujuan yang direncanakan. Proses ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut; merumuskan tujuan, mengidentifikasi kriteria yang cocok untuk mengukur keberhasilan dan untuk menentukan dan menjelaskan tingkat keberhasilan.
Sedangkan Frutchey (1973) dalam Mardikanto (2008), menjelaskan pengertian evaluasi adalah kegiatan lumrah yang biasa kita lakukan sehari-hari. Dalam semua kegiatan evaluasi terdapat tiga unsur,yaitu sebagai berikut:
1) Observasi (pengamatan)
2) Membanding-bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
3) Membuat kesimpulan atau pengambilan keputusan
Menurut PUSLUH DEPTAN (1995) evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian adalah upaya penilaian atas sesuatu kegiatan oleh evaluator, melalui pengumpulan dan penganalisaan informasi secara sistematik mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan untuk menilai relevansi, efektivitas, efisiensi pencapaian hasil kegiatan, atau untuk perencanaan dan pengembangan selanjutnya dari suatu kegiatan. Sedangkan menurut Padmowihardjo (1996) evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses sistematis untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauhmana program tujuan program penyuluhan pertanian disuatu wilayah dapat dicapai sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan, kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan pertimbangan-pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan.
Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan seberapa jauh suatu hal itu berharga, bermutu dan bernilai. Jadi dalam evaluasi ada dua unsur utama yaitu menilai dan mengukur (Thomas,2005). Evaluasi penyuluhan pertanian adalah upaya penilaian terhadap suatu kegiatan, melalui pengumpulan dan penganalisisan informasi dan fakta-fakta secara sistematis mengenai perencanaan, pelaksanaan hasil dan dampak kegiatan tersebut, untuk menilai hasil relevansi, efektivitas dan efisiensi pencapaian hasil kegiatan. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh petugas penyuluh yang bertugas diwilayah BPP yang bersangkutan.
Prinsip-prinsip evaluasi yang merupakan acuan dasar dalam melaksanakan evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi harus berdasarkan fakta
2) Evaluasi penyuluhan merupakan bagian integral dari proses kegiatan atau program penyuluhan
3) Evaluasi hanya dapat dilakukan dalam hubungannya dengan tujuan dari program penyuluhan bersangkutan
4) Evaluasi penyuluhan pertanian harus menggunakan alat ukur yang berbeda, untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
5) Evaluasi penyuluhan pertanian perlu dilakukan terhadap hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif.
6) Evaluasi penyuluhan pertanian harus dilakukan terhadap metode penyuluhan yang digunakan.
7) Evaluasi perlu di pertimbangkan dengan teliti
8) Evaluasi harus dijiwai dengan prinsip mencari kebenaran
2. Tujuan evaluasi
Tujuan dan manfaat adalah dua konsepsi yang berbeda yang dapat mengundang perdebatan tentang pengertiannya ditinjau dari segi bahasa (language), istilah teknis (technical or scientific concept), dan tingkat analisis (level of analysis). Dalam tulisan ini tujuan evaluasi dibagi menjadi tiga tujuan (Cerbea and Tepping, 1977; FAO, 1984, dalam Werimon A., 1992), disamping itu tujuan dan manfaat bersifat implisit. Berikut dijelaskan beberapa aspek atau cakupan tujuan evaluasi.
a. Tujuan Kegiatan (activity objective)
1) Mengumpulkan data yang penting untuk perencanaan program (keadaan umum daerah, sosial, teknis, ekonomis, budaya, masalah, kebutuhan dan minat, sumber daya, faktor-faktor pendukung).
2) Mengetahui sasaran/tujuan program/kegiatan telah tercapai.
3) Mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi sebagai akibat intervensi program/kegiatan penyuluhan
4) Mengetahui strategi yang paling efektif untuk pencapaian tujuan program.
5) Mengidentifikasi “strong dan weak points” dalam perencanaan dan pelaksanaan program.
6) Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan.
b. Tujuan Managerial (managerial objective)
1) Memberikan data / informasi sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan.
2) Memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan program
3) Berkomunikasi dengan masyarakat dan penyandang dana/stake holder.
4) Menimbulkan rasa persatuan dan motivasi untuk bekerja lebih baik.
c. Tujuan Program (Program objective)
Menilai efisiensi, efektifitas, dan manfaat dari program selain untuk memenuhi beberapa tujuan tersebut di atas, alasan lain mengapa perlu dilakukan evaluasi adalah karena mungkin:
1) Telah terjadi perubahan dalam sifat dari masalah
2) Telah terjadi perubahan struktur dan program dari lembaga-lembaga terkait
3) Telah terjadi perubahan kebutuhan, aspirasi, dan harapan dari masyarakat.
3. Manfaat dan Kegunaan Evaluasi
Manfaat melakukan evaluasi adalah: (a) menentukan tingkat perubahan perilaku petani setelah penyuluhan dilaksanakan; (b) perbaikan program, sarana, prosedur, pengorganisasian petani dan pelaksanaan penyuluhan pertanian; dan (c) penyempurnaan kebijakan penyuluhan pertanian.
Valeri, dkk (1987) mengemukakan adanya 3 matra (dimensi) tujuan evaluasi, yang terdiri atas:
a. Kegunaan operasional, yakni:
1) Melalui evalusi kita dapat mengetahui cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, dan sekaligus dapat mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang sngat menentukan keberhasilan kegiatan (penyuluhan yang dilakukan).
2) Melalui evaluasi kita dapat melakukan perubahan-perubahan, modifikasi dan supervisi terhadap kegiatan yang dilaksanakan
3) Melalui evaluasi, akan dapat dikembangkan tujuan-tujuan serta analisis informasi yang bermanfaat bagi pelaporan kegiatan.
b. Kegunaan analitis bagi pengembangan program, yang mencakup
1) Untuk mengembangkan dan mempertajan tujuan program dan perumusannya.
2) Untuk menguji asumsi-asumsi yang digunakan, dan untuk lebih menegaskannya lagi secara eksplisit
3) Untuk membantu dalam mengkaji ulang proses kegiatan demi tercapai tujuan akhir yang dikehendaki
c. Kegunaan kebijakan yang mencakup,
1) Berlandaskan hasil evalluasi, dapat dirumuskan kembali: strategi pembangunan, pendekatan yang digunakan, serta asumsi-asumsi dan hipotesis yang akan diuji.
2) Untuk menggali dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang hubungan antar kegiatan pembangunan, yang sangat bermanfaat bagi penungkatan efektifitas dan efisiensi kegiatan dimasa-masa mendatang
Di lain pihak dari sudut pandang yanng berbeda, Totok Mardikanto dan Sri Sutarni (1985) mengemukakan 3 matra kegunaan evaluasi penyuluhan yang mencakup:
a. Kegunaan bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri, yakni
1) Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan yang telah dicapai
2) Untuk mencari bukti, apakah seluruh kegiatan telah dilaksanakan seperti yang direncanakan, dan apakah perubahan-perubahan yang terjadi telah sesuai dengan sasaran yang diinginkan
3) Untuk mengetahui segala masalah yan muncul atau dijumpai yang berkaitan dengan tujuan yang diinginkan
4) Untuk mengukur efektifitas dan efisiensi sistem kerja dan metode-metode penyuluhan yang telah dilakasanakan
5) Untuk menarik simpati para aparat dan warga masyarakat bahwa program yang dilaksanakn itu memang memperoleh perhatian sungguh-sungguh, untuk selanjutnya dengan adanya simpati mereka itu diharapkan lebih meningkatkan aktivitas dan partisipasi mereka dalam kegiatan penyuluhan dimasa-masa mendatang.
b. Kegunaan bagi aparat penyuluhan, yang meliputi:
1) Adanya kegiatan evaluasi penyuluh merasa diperhatikan dan tidak dilupakan sehingga memberikan kepuasan psikologis yang akan mampu mendorong aktivitas penyuluhannya dimasa mendatang
2) Melalui evaluasi sering kali juga digunakan untuk melakukan penilaian terhadpa aktivitas atau mutu kegiatan penyuluhan itu sendiri, yang sangat penting artinya karena melalui evaluasi biasanya juga akan menentukan masa depan atau promosi bagi pengembangan karir yanng bersangkutan
3) Dengan adanya kegiatan evaluasi, setiap penyuluh akan selalu mawas diri, dan selalu berusaha agar kegiatannya dapat dinilai baik, sehingga akan membiasakan dirinya untuk bekerja tekun dan penuh tanggung jawab
c. Kegunaan bagi pelaksanaan evaluasi yang berupa
1) Kebiasaan untuk mengemukakan pendapat berdasar data atau fakta dan bukan didasarkan pada asumsi, praduga atau intuisi semata
2) Kebiasan bekerja sistematis, sesuai denga prosedur dan pedoman yang telah ditetapkan
3) Memperoleh peningkatan pengetahuan dan ketrampilan untuk menggunakan dan mengembangkan teknik pengukuran yang tepat dan teliti, teknik pengunpulan data yang andal dan teknik analisis yang tepat dan tajam.
4. Jenis-jenis evaluasi
Jenis-jenis evaluasi antara lain:
a. Evaluasi Penyuluhan Pertanian
Merupakan alat untuk mengambil keputusan dan menyusun pertimbangan-pertimbangan. Dari hasil evaluasi penyuluhan pertanian dapat diketahui : sejauhmana perubahan perilaku petani, hambatan yang dihadapi petani, efektivitas program penyuluhan pertanian serta seberapa jauh pemahaman masalah dan penyempurnaan kegiatan. Evaluasi Penyuluhan Pertanian juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Dalam evaluasi dikenal beberapa klasifikasi evaluasi seperti : Evaluasi Formatif dan sumatif, Evaluasi Formal dan Informal, Evaluasi Internal dan Eksternal, Evaluasi Proses dan Produk (out put), Evaluasi Deskriptif dan Inferensial, Evaluasi Holistik (misal CIPP) dan Analitik, Evaluasi on going, terminal dan ex post evaluation, Evaluasi Teknis dan Ekonomis, Evaluasi Program, Monitoring dan Evaluasi Dampak.
b. Evaluasi Program Penyuluhan
Setiap program kegiatan yang direncanakan seharusnya diakhiri dengan evaluasi dan dimulai dengan hasil evaluasi kegiatan sebelumnya. Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program atau kegiatan telah dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang diharapkan. Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui hal-hal yang telah dicapai, apakah suatu program dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil evaluasi itu kemudian diambil keputusan, apakah suatu program akan diteruskan, atau direvisi, atau bahkan diganti sama sekali. Hal ini didasarkan pada pengertian evaluasi, yaitu suatu proses pengumpulan informasi melalui pengumpulan data dengan menggunakan instrumen tertentu untuk mengambil suatu keputusan. Jadi, pada dasarnya evaluasi adalah suatu kegiatan yang menguji atau menilai pelaksanaan suatu program.
Evaluasi program biasanya dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menentukan kebijakan selanjutnya. Dengan melalui evaluasi suatu program dapat dilakukan secara sistematis, rinci dan menggunakan prosedur yang sudah diuji secara cermat. Dengan metode tertentu akan diperoleh data yang handal, dapat dipercaya sehingga penentuan kebijakan akan tepat, dengan catatan apabila data yang digunakan sebagai dasar pertimbangan tersebut benar, akurat dan lengkap.
Adapun program itu sendiri diartikan segala sesuatu yang dilakukan dengan harapan akan mendapatkan hasil atau pengaruh. Jadi evaluasi program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu program yang sudah berjalan diperlukan kegiatan evaluasi.
c. Evaluasi Hasil Penyuluhan Pertanian
Tujuan penyuluhan pertanian adalah perubahan perilaku petani (kognitif, afektif, dan psikomotor).
1) Kognitif : Kemampuan mengembangkan intelegensia (pengetahuan, pengertian, penerapan, analisis, sintesis)
2) Afektif : Sikap, minat, nilai, menanggapi, menilai/tata nilai dan menghayati
3) Psikomotor : Gerak motor : kekuatan, kecepatan, kecermatan, ketepatan, ketahanan dan keharmonisan
Jadi evaluasi penyuluhan pertanian adalah mengevaluasi sampai seberapa jauh tingkat pencapaian tujuan, berupa perubahan perilaku petani dan keluarganya.
d. Evaluasi Metode
Evaluasi metode yaitu evaluasi semua kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan penyuluh pertanian dalam rangka mencapai perubahan perilaku sasaran.
e. Evaluasi Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana adalah pendukung penyuluhan pertanian, sangat penting dalam kegiatan penyuluhan pertanian, efektifitas penyuluhan pertanian sebagian tergantung pada alat bantu penyuluh, perlengkapan, peralatan, bahan-bahan sarana prasarana yang digunakan. Evaluasi sarana-prasarana pada dasarnya mengevaluasi kesiapan perangkat sarana-prasarana yang menunjang kegiatan penyuluhan.
f. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Pertanian dan Evaluasi Dampak Penyuluhan
Dalam prakteknya pelaksanaan evaluasi penyuluhan pertanian dapat merupakan kombinasi dari beberapa macam/cara evaluasi, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, lebih akurat, dan lebih sahih dari pada evaluasi dengan menggunakan cara tunggal.
Evaluasi Pelaksanaan kegiatan Penyuluhan Pertanian merupakan proses yang sistematis, sebagai upaya penilaian atas suatu kegiatan oleh evaluator melalui pengumpulan dan analisis informasi secara sistematik mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan penyuluhan pertanian. Hasil evaluasi ini untuk menilai relevansi, efektifitas/efisiensi pencapaian / hasil suatu kegiatan, untuk selanjutnya digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pada perencanaan dan pengembangan kegiatan selanjutnya.
Evaluasi pelaksanaan atau evaluasi proses (on going evaluation) ini dilaksanakan pada saat kegiatan sedang dilaksanakan. Fokus utama evaluasi ini menyangkut proses pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan:
1) Tingkat efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
2) Kemungkinan keberhasilan kegiatan sebagaimana yang direncanakan
3) Sejauh mana hasil yang diperoleh dapat memberi sumbangan kepada tujuan pembangunan
4) Tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
5) Tindakan-tindakan lain yang diperlukan sebagai pelengkap kegiatan yang telah direncanakan.
Hasil dari evaluasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan biasanya digunakan untuk membantu pengambilan keputusan/penentu kebijakan dalam mengatasi permasalahan, dan tindakan penyesuaian/perbaikan atas pelaksanaan kegiatan.
Prinsip-prinsip evaluasi penyuluhan pertanian adalah:
1) Berdasarkan fakta
2) Bagian integral dari proses penyuluhan pertanian
3) Tujuan penyuluhan pertanian yang bersangkutan dengan berbagai alat
4) Metode dan hasil kegiatan penyuluhan pertanian
5) Hasil-hasil kuantitas dan kualitas
6) Mencakup tujuan, kegiatan dan metode pengumpulan, analisis dan interpretasi data, pembandingan hasil, pengambilan keputusan dan penggunaan hasil.
Karakteristik proses evaluasi:
1) evaluasi merupakan proses terstruktur
2) evaluasi didasarkan pada indikator yang dapat diamati
3) evaluasi menganalisis hal-hal rumit menjadi sederhana
4) evaluasi menghasilkan informasi yang tidak memihak dan disetujui semua orang dan keputusan yang andal masuk akal.
5) evaluasi mengeliminir pengaruh pribadi evaluator
5. Tahapan evaluasi
Langkah-langkah evaluasi pada dasarnya sama yaitu menetapkan obyek, menetapkan data atau informasi yang akan dikumpulkan, cara pengumpulannya, alat/instrumen yang digunakan, cara mengolah data/informasi serta melaporkan hasil-hasilnya.
Langkah-langkah evaluasi yang dilakukan sebagai berikut:
a. Memahami tujuan-tujuan penyuluhan yang akan dievaluasi. Unsur-unsurnya dalam tujuan penyuluhan antara lain:
1) sasaran (S)
2) perubahan perilaku yang dikehendaki (P)
3) materi (M)
4) kondisi/situasi (K)
Contoh: petani dapat melakukan pemupukan padi sawah sesuai dengan
S P M K
rekomendasi
b. Menetapkan indikator-indikator untuk mengukur kemajuan-kamajuan yang dicapai. Indikator-indikatornya meliputi:
1) indikator perubahan kognitif
a) penguasaan pengetahuan (knowledge)
b) Penguasaan pengertian (comprehension)
c) kamampuan menerapkan (application)
d) kamampuan analisis (analisis)
e) Kemampuan sintesis (synthesis)
2) Indikator perubahan kemampuan afektif
a) menyadari atau mau memilih
b) Tanggap atau mau
c) yakin atau mau mengikuti
d) Menghayati atau selalu menerapkan
e) menghayati atau selalu menerapkan.
3) Indikator perubahan psikomotor
a) kecepatan
b) kekuatan
c) Ketahanan
d) kecermatan
e) ketepatan
f) ketelitian
g) kerapihan
h) keseimbangan
i) keharmonisan
Contoh:
Tujuan penyuluhan pertanian yang berhubungan psikomotor.
Petani dapat melakukan pemupukan padi sawahnya sesuai dengan rekomendasi, indikator untuk mengukur kemajuan yang dicapai adalah:
1. kecepatan
2. ketepatan
bukan :
1. mengenal jenis-jenis pupuk (knowledge)
2. menerangkan kegunaan pupuk-pengertian (comprehension)
c. Mambuat alat pengukur untuk mengumpulkan data
Contoh: Tujuan Penyuluhan pertanian:
“Petani dapat melakukan pemupukan padi sawahnya sesuai rekomendasi”
1) indikator: kecepatan dan ketepatan
2) standar: kecepatan 5 jam/ha dan ketepatan 100 kg/ha
3) kriteria: trampil 5 jam/ha, pupuk 100 kg/ha; ketrampilan sedang > 5 kg/ha, pupuk 100 kg/ha atau 5 jam/ha, pupuk + 100 kg/ha; tidak trampil > 5 jam/ha, pupuk < 100 kg/ha
Alat pengukur yang dapat dipakai untuk mengukur data :
1) pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur pengetahuan (daya mengingat)
2) pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur pengertian
3) pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur kemampuan memecahkan masalah
4) rating scale untuk mengukur ketrampilan atau kegiatan-kegiatan praktek
5) skala sikap
6) skala minat.
d. Menarik sampel (sampling) dan melakukan pengumpulan data
1) merupakan langkah penting
2) hindari sampling error, usahakan sample yang representative (mewakili).
Ada beberapa macam cara menarik sampel, tergantung tujuan dan keadaan populasinya, tetapi yang perlu diperhatikan sample hendaknya benar-benar menggambarkan /mewakili populasi yang dievaluasi.
e. Melakukan analisis dan interpretasi data
Proses Ini merupakan langkah akhir yang menentukan :
1) lakukan cleaning data dengan cara editing di lapangan, hapuskan data yang “nyleneh” (out lier)
2) lakukan coding, pemberian kode untuk memudahkan pada saat memasukan data
3) lakukan tabulasi (tally, sheet, tabulasi sheet).
Analisis/interpretasi data dapat dilakukan dengan cara :
1) presentase
2) statistik deskriptif
3) statistik inferensial
 tergantung tujuan dan kesimpulan serta pertimbangan-pertimbangan yang akan dihasilkan.
f. Membuat alat pengukur/instrumen evaluasi harus memenuhi persyaratan alat ukur
1) Kesahihan (validity)
Sahih, bila alat ukur yang digunakan sesuai dengan obyek yang hendak diukur
a) alat ukur perubahan perilaku sikap, pengetahuan dan ketrampilan
b) alat ukur harus sahih untuk mengukur ’subyek materi” atau informasi yang disuluhkan.
2) Keterandalan (reliability)
Kemampuan alat ukur, dapat digunakan orang lain dan memperoleh hasil yang sama dalam situasi dan kondisi apapun.
3) Obyektivitas
Alat ukur harus obyektif kongkrit, jelas, hanya memiliki satu interpretasi untuk menganalisis.
4) Praktis (practicability)
Mudah digunakan efektif untuk bahan pengukuran dan bersifat efektif untuk menganalisis.
5) Sederhana (simple)
Tidak terlalu rumit/kompleks sehingga mudah di mengerti.
Alat pengukur evaluasi penyuluhan pertanian. Alat pengukurnya dapat berupa:
1) Pertanyaan untuk mengukur pengetahuan
Pertanyaan untuk mengukur tahu atau tidak tahu dan mengetahui atau tidak mengetahui dengan seperangkat pertanyaan yang cukup pendek,
Contoh: Sebutkan jenis-jenis pupuk untuk padi!
2) Pertanyaan untuk mengukur pengertian
Pengertian lebih luas atau mendalam dari pengetahuan, pengertian mengacu pada kemampuan intelektualitas seseorang.
Contoh: terangkan atau jelaskan pupuk urea untuk padi!
3) Pertanyaan untuk mengukur kemampuan untuk memecahkan masalah
Pertanyaan untuk mengukur kemampuan lebih mendalam dibanding pengertian atau pengetahuan penerapan prinsip-prinsip yang telah dikuasai, dapat menggunakan pengertian-pengertian sendiri contoh ada prinsip bahwa pemupukan urea jika tidak masuk dalam tanah, maka unsur N akan hilang, tidak terserap tanaman.
Dari prinsip ini, penerapannya pada saat melakukan pemupukan urea harus masuk dalam tanah agar efisien. Contoh penerapan prinsip-prinsip dalam situasi nyata jadi untuk memecahkan masalah harus menguasai : penguasaan pengetahuan  penguasaan pengertian  pemecahan masalah
Contoh rekomendasi pemupukan padi sawah: urea 200 kg dan TSP 100 kg/ha. Jika petani A memiliki sawah 0,5 ha. Kemudian jika yang tersedia pupuk ZA dan SP-36 berapa yang diberikan untuk padi sawah untuk seluas 0,5 ha tersebut. Untuk dapat menghitung kebutuhan pupuknya, maka si A harus menguasai:
a) kandungan hara unsur Urea, TSP, SP-36
b) kegunaan pupuk
c) akibat kelebihan pupuk
d) pemupukan berimbang
e) cara menghitung kebutuhan pupuk.
4) Skala nilai atau rating scale untuk mengukur ketrampilan, dimensi ketrampilan:
a) kekuatan
b) kecepatan
c) ketepatan
d) keseimbangan
e) keharmonisan.
Contoh : petani trampil mengendalikan H/P dengan menggunakan penyemprot gendong trampil menggunakan, dimensinya kecepatan, kemudian menetapkan standar dan kriterianya.
Kecepatan: hektar/hari �� dimensi kecepatan
a. standar = 3 ha/hari
b. kriteria = a 3 ha/hari = baik atau trampil b 2 s/d 2,9 ha/hari = sedang
c. kurang dari 2 ha/hari = kurang baik/kurang trampil

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Programa Penyuluhan Desa. http://gunturharjogo.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 7 April 2011 pada pukul 17.45 WIB.
Mardikanto. T, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

PENGESAHAN, PELAKSANAAN, LEGITIMASI DAN REKONSIDERASI PROGRAM PENYULUHAN

Sebagaimana diketahui bahwa perencanaan adalah berorientasi kepada masa depan. Perencanaan program (pembangunan) yang dilakukan tak ada lain adalah untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan tiga tahap proses, yaitu:
1. perumusan dan penentuan tujuan,
2. Pengujian atau analisis opsi-opsi atau pilihan-pilihan yang tersedia serta
3. Pemilihan rangkaian, tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Dengan demikain diketahui bahwa perencanaan tidak bersifat statis melainkan dinamis kerena dilakukan melalui suatu rangkaian proses (siklus) yang berjalan terus-menerus.
Mardikanto (1993) dalam Mardikanto (1996:246), menyimpulkan tahapan-tahapan dalam perencanaan penyuluhan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data keadaan
2. Analisis dan evaluasi fakta-fakta
3. Identifikasi masalah
4. Pemilihan masalah yang ingin dipecahkan
5. Perumusan tujuan dan/atau sasaran-sasaran
6. Perumusan alternative pemecahan masalah
7. Penetapan cara mencapai tujuan (rencana kegiatan)
8. Pengesahan program penyuluhan
9. Pelaksanaan kegiatan
10. Perumusan rencana evaluasi
11. Rekonsidesari
Dalam paper ini akan dijelaskan secara singkat mengenai beberapa tahapan-tahapan dalam perencanaan penyuluhan meliputi Pengesahan program penyuluhan, Pelaksanaan kegiatan, Perumusan rencana evaluasi dan rekonsiderasi.

A. Pengesahan program penyuluhan
Program disahkan bukan hanya oleh penentu kebijakan pembangunan tetapi juga dari tokoh-tokoh masyarakat penerima manfaat, agar dalam pelaksanaannya benar-benar mampu memecahkan masalah yang dihadapi, mencapai tujuan yang diinginkan, memenuhi kebutuhan yang dirasakan, serta memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat penerima manfaat.
B. Pelaksanaan kegiatan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dr rencana kerja yg telah disusun masalah utama yg harus diperhatikan dlm tahap ini adalah partisipasi dalam kegiatan yg dilakukan. Untuk melaksanakan rencana kerja dan kalender kerja yang telah dibuat agar berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan dan sesuai dengan tujuan utama dalam memberikan penyuluhan terhadap sasaran, oleh karena itu pelaksanaan program penyuluhan dilakukan langsung oleh pembuat program. Pelaksanaan program ini juga melibatkan banyak pihak yang terdapat didalam suatu sistem masyarakat setempat. Tujuan dari diadakan program ini adalah terjadinya perubahan pada diri sasaran yakni perubahan prilaku, didalam perubahan prilaku ini diharapkan pada sasaran mendapatkan tambahan pengetahuan yang baik dan benar, sehingga dari pengetahuan yang didapat diharapkan dapat merubah sikap dan ketrampilannya untuk menerapakannya didalam usahanya.
C. Perumusan rencana evaluasi
Evaluasi penyuluhan merupakan proses untuk menentukan sejauh mana perubahan perilaku sasaran yang diinginkan telah terjadi sabagai akibat dilancarkannya kegiatan penyuluhan. Para penyelenggara penyuluhan perlu mengetahui tingkat perubahan perilaku yang sedang terjadi sehingga dapat disebutkan efektivitas pencapaian tujuan penyuluhannya. Makin cepat dapat diketahui tingkat perubahan prilaku oleh penyuluh akan makin baik evaluasi merupakan bagian akhir dari tahap-tahap rencana kerja penyuluhan program penyuluhan sama pentingnya, sehingga keduanya perlu dilakukan secara bersama-sama.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi penyuluhan adalah proses penentuan kualitas perubahan perilaku warga belajar penyuluhan akibat dilaksanakannya program penyuluhan dengan berpedoman kepada kriteria atau nilai pengukuran tertentu.
Maksud diadakannya evaluasi adalah:
1. untuk menentukan arah penyempurnaan kegiatan,
2. untuk memberikan gambaran kemajuan kegiatan guna mencapai tujuan,
3. hasil penilaian digunakan untuk memperbaiki program dan rencana kerja lebih lanjut,
4. untuk mengukur efektivitas metode penyuluhan yang digunakan,
5. untuk membuktikan pentingnya suatu program,
6. untuk memberikan kepuasan kepada teman sekerja dan pemimpin setempat tentang sesuatu kemajuan yang telah berhasil dicapai, dan
7. untuk memberi kesempatan belajar tentang seluruh aspek program dan rencana kerja penyuluhan.
Tujuan Evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,, efektivitas, dan dampak dari kegiatan serta menyempumakan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan program, dan pengambilan keputusan di masa depan. Menurut Boyle (1981), tujuan evaluasi adalah:
1. memberikan keyakinan bahwa sesuatu tujuan telah dapat dicapai,
2. membantu menemukan jawaban dan keterangan terhadap pertanyaan yang sering muncul dalam pemrograman,
3. membantu kita memusatkan perhatian pada tujuan tertentu, dan
4. menyediakan kesempatan pembelajaran bagi evaluator untuk mempelajari situasi sasaran.
Tingkat dan criteria untuk menilai program penyuluhan :
1. Tingkat 1
Untuk program penyuluhan telah diberikan sejumlah yang dapat digunakan untuk memutuskan, apakah dapat diharapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan program tertentu.

2. Tingkat 2
Pemanfaatan daripada evaluasi, dapat mengamati tenaga kerja dan sumberdaya yang diperlukan untuk pelaksanaan program efektif.
3. Tingkat 3
Seberapa jauh petani mengambil bagian dalam kegiatan penyuluhan merupakan criteria penilaian yang penting.
4. Tingkat 4
Pendapat petani mengenai kegiatan penyuluhan sering memberi peluang untuk membuat penyesuaian sementara pada program penyuluhan.
5. Tingkat 5
Mengetahui sikap, motivasi, dan norma kelompok sedikitnya pada dua peristiwa yang berbeda.
6. Tingkat 6
Menentukan perubahan prilaku
7. Tingkat 7
Diarahkan kepada suatu sasaran antara.
8. Tingkat 8
Perubahan perilaku kelompok sasaran biasanya mempunyai konsekuensi pada kelompok lain dalam masyarakat bahkan pada seluruh struktur masyarakat bersangkutan.
Mengumpulkan data yang diperlukan untuk evaluasi. Dikenal 2 jenis evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Mengumpulkan informasi untuk pengembangan program penyuluhan yang efektif.
2. Evaluasi Sumatif
Mengukur hasil untuk akhir suatu program agar dapat memutuskan kelanjutan program.
D. Rekonsiderasi
Mempertimbangkan perencanaan penyuluhan setelah evaluasi dilakukan. Tahap ini memuat suatu tinjauan upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya dan hasil-hasil yang menampakkan situasi baru. Apabila situasi baru menunjukkan kebutuhan akan kegiatan lebih lanjut, selanjutnya proses keseluruhan akan dimulai lagi dengan tujuan baru maupun tujuan yang dimodifikasi, maka proses tersebut akan bersambung. Situasi baru mungkin berbeda, hal ini dapat disebabkan karena:
1. Orang-orang telah berubah.
2. Telah terjadi perubahan secara fisik, ekonomis dan sosial.
3. Penyuluh disiapkan dengan lebih baik daripada sebelumnya dalam menyadari adanya kebutuhan maupun minat yang baru dari kliennya.
E. Legitimasi Program Penyuluhan
Perubahan yang terencana, pada hakekatnya merupakan proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan (action) sebagai realisasi dari ide-id yang ditawarkan kepada masyarakat sasaran. Tentang hal ini, Beal dan Bohlen (1995) mengemukakan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh sebelum menjadi aksi seperti terlihat digambar:
Inisiasi dari ide-ide  legitimasi organisasi dan perencanaan  aksi
1. Pengertian legitimasi
Legitimasi, secara harafiah dapat diartikan sebagai pengakuan atau pengesahan. Di dalam proses perencanaan program, legitimasi diartikan sebagai proses pengesahan atau suatu proses persetujuan atas ide-ide tentang perubahan yang diinginkan. Artinya ide-ide perubahan yang dilaksanakan, harus memperoleh pengesahan terlebih dahulu dari pihak yang memiliki “kekuasaan” sebagai penentu kebijakan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.
Legitimasi, bukanlah sekadar pembubuhan tanda tangan atau pemberian “setempat karet”, akan tetapi suatu proses pengkajian yang cermat dan mendalam atas ide perubahan yang disampaikan. Tidak saja, tentang kemungkinan dapatnya diterima, dilaksanakan, tercapainya tujuan yang diinginkan, dan diperolehnya dukungan/ partisipasi masyarakat pada saat pelaksanaanya, akan tetapi juga kajian atas dampaknya (yang diduga dapat terjadi) terhadap kelangsungan upaya-upaya perubahan di masa mendatang (baik dampak sosial-ekonomi, politik, dan ketahanan nasional).
2. Makna legitimasi dalam perubahan yang berencana
Selaras dengan tahapan yang harus dilalui oleh setiap ide yang ditawarakan sebelum dilaksanakan, seperti yang dikemukakan oleh Beal dan Beal dan Bohlen (1995), tahapan “legitimasi” memegang fungsi strategis yang harus diperhatikan oleh semua pihak (khusunya penyuluh) sebelum melaksanakan suatu perubahan. Sebab, jika tidak memperoleh legitimasi, seringkali proses perubahan yang dilaksanakan itu tidak memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakatnya. Bahkan dapat pula berakibat fatal, berupa ditolaknya setiap ide-ide yang akan diajukan pada masa-masa mendatang.
Dengan kata lain, legitimasi merupakan tahapan dalam proses perubahan berencana, yang berupa pengakuan/ pengesahan ide-ide tentang perubahan, agar ide-ide tersebut memperoleh dukungan dan partisipasi masyarakat jika ide-ide tersebut akan dilaksanakan.
3. Pemberi legitimasi
Di atas telah disinggung bahwa, pemberi legitimasi adalah semua pihak yang memegang fungsi pengambilan keputusan atas segala sesuatu yang berkaitan dengan segala macam aspek kehidupan masyarakat banyak.
Di dalam praktek, ternyata pihak pemberi legitimsi tidak terbatas pada pemimpin0pemimpin formal di dalam jalur birokrasi pemerinta, tetapi juga dipegang oleh para pemimpin informal dari sistem-sosial yang bersangkutan. Bahkan, seringkali, kedudukan pemimpin informal (pemuka adat, keagamaan, “key-person”, pemasok kebutuhan masyarakat, penyedia-kredit, dan lain-lain) justru lebih “kuat” atau lebih harus diperhitungkan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian legitimasi
Diatas telah disinggung bahwa maksud “pencarian” legitimasi adalah untuk memperoleh dukungan pemegang “kekuasaan” atau penentu kebijakan, serta partisipasi masyarakat dalam upaya meralisasikan ide-ide yang ditawarkan.
Karena itu, legitimasi atas ide-ide tersebut terutama akan sangat tergantung pada :
a. Kemampuan “penyuluh” untuk merancang dan mengorganisasikan perubahan- bencana.
b. Kesesuaina ida dengan kebutuhan masyarakat (lokal, regional ataupun nasyonal), baik kesesuaiannya dengan kebutuhan nyata (real-needs) maupun kebutuhan yang dirasakan (felt-needs).
c. Upaya para “penyuluh” untuk meyakinkan para kebiajakan tentang arti penting (manfaat, tujuan) yang dapat diharapkan dari pelaksanaan ide-ide yang ditawarkan. Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan penyuluh untuk mengkomunikasikan ide-ide kepada pemegang kekuasaan legitimasi.
Selaras dengan hal ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan bagi perolehannya legitimasi atas ide-ide perubahan berencana yang mencakup (Sumayono, 1986):
a. Karakteristik ide yang meliputi
1) Kompleksitas ide, yaitu tingkat kompleksitas pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan ide-ide tersebut.
2) Sumberdaya yang diperlukan, baik yang harus disediakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri.
3) Tingkat keterukuran manfaat, terutama tingkat keterukuran (dapat diukur) secara kuantitaif.
4) Peluang tercapainya manfaat yang dapat diharapkan, baik peluang secara teknis, ekonomis, maupun kaitannya dengan kebijakan pemerintah (setempat, regional dan nasional)
5) Tingkat kecepatan diperolehnya manfaat yang diharapkan, baik yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi maupun kelangkaan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk merealisasikan ide-ide yang ditawarkan.
6) Tingkat kemerataan manfaat, yaitu sampai seberapa jauh kemerataan manfaat kegiatan tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat (yang sebagian terbesar justru merupakan lapisan bawah yang harus lebih diperhatikan)
7) Pautan antar program, atau keterkaitan kegiatan yang direncanakan dengan program-program lainnya. Semakin banyak dan erat kaitannya dengan program lain, semakin cepat memperoleh legitimasi
8) Keluwesan program, atau sampai seberapa jauh program tersebut dapat “disesuaikan” dengan kondisi dan sumberdaya yang tersedia
9) Kemampuan administrasi, baik untuk merancang, melaksanakan maupun memantau dan mengevaluasi kegiatan yang direncanakan
10) Luas cakupan administrasi, yaitu seberapa jauh luas cakupan kegiatan yangdiusulkan dapat dinikmati oleh masyarakat (baik cakupan geografis maupun cakupan aras sosial-ekonomi)
b. Lingkungsnn kegiatan yang mempengaruhi, yang meliputi:
1) Faktor-faktor fisik dan biologis, baik yang dapat/ tidak dapat dikendalikan oleh manusia
2) Faktor-faktor ekonomi, yang berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat sasaran
3) Faktor politis, yang berkaitan dengan kepentingan local, regional dan nasional
4) Faktor sosial, yang berkaitan dengan tingkat keterbukaan atau kekosmopolitan masyarakat sasaran
5) Faktor budaya, misalnya yang berkaitan dengan nilai ekonomi anak, atau peran ganda wanita dalam pembangunan
6) Faktor historis, sesuai dengan pengalaman-pengalaman setempat yang telah dialami dalam melaksanakan perubahan berencana di masa lalu
c. Partisipasi yang diharapkan, yang meliputi:
1) Darimana pencetus ide, dari atas ataukah dari bawah?
2) Bagaimana cara menggerakkan partisipasi, secara sukarela ataukah secara paksaan?
3) Saluran patisipasi yang digunakan
4) Lamanya partisipasi, sekali saja sepanjang pelaksanaan kegiatan, berkali-kali, ataukah justru terus-menerus selama kegiatan itu masih belum “selesai”.
5) Cakupan partisipasi, mencakup sedikit ataukah banyak kegiatan? Berapa banyak sasaran yang dapat dicapai (baik dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan serta memanfaatkan hasil perubahan yang direncanakan?

MODEL ATAU TAHAPAN PROGRAM PENYULUHAN

A. Model atau tahapan proses penyusunan program penyuluhan
Ada beberapa model proses penyusunan program penyuluhan, yaitu :
1. Model Proses Penyusunan Program Penyuluhan Menurut Leagans:
Model Leagans merupakan salah satu dari beberapa model proses program penyuluhan. Sebagaimana model-model lainnya, model ini pada hakekatnya berupa model instruksional yang memuat komponen-komponen situasi, masalah, tujuan, dan cara untuk mencapai tujuan (S-M-T-C).
Secara rinci model proses penyusunan program penyuluhan menurut Leagans menggambarkan kegiatan penyuluhan, yaitu perumusan keadaan dan masalahnya, pemecahan masalah dan tujuan, perencanaan pendidikan, Evaluasi dan rekomendasi.
Mengutip Leagans, lima langkah dalam proses perencanaan program penyuluhan itu dapat diuraikan sebagai berikut:
(a) Perumusan keadaan dan masalahnya. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap situasi. Untuk itu diperlukan fakta-fakta yang menyangkut seluruh aspek dari situasi dalam jumlah yang besar. lnformasi yang diperlukan adalah berkaitan dengan sasaran penyuluhan seperti minat, pendidikan, kebutuhan, adat-istiadat, kebiasaan dan tradisinya. Kemudian diperlukan pula fakta mengenai situasi fisik seperti keadaan tanah, tipe usahatani, pemasaran, skala usahatani, pola tanaih, kondisi rumah, pelayanan masyarakat, dan saluran komunikasi.
(b) Pemecahan masalah dan tujuan. Pada tahap kedua ini, pemecahan masalah dan perumusan tujuan ditetapkan. Untuk kepentingan psikologis sasaran penyuluhan itu harus dilibatkan dalam penetapan tujuan dan sasaran penyuluhan. Sasaran dalam perencanaan penyuluhan pal¬ing tidak harus mengkondisikan perubahan perilaku orang sebagaimana keluaran sosial maupun ekonoini yang diinginkan.
(c) Perencanaan pendidikan. Pada tahap yang ketiga ini merupakan tahap mengajar yang meliputi:
1. Mated yang perlu diajarkan.
2. Cara yang harus dilakukan untuk mengajar.
Pada dua tahap pertama, secara inherent menciptakan kesempatan mengajar, pada tahap ini tugasnya adalah menciptakan situasi belajar. Penggunaan beberapa metode komunikasi yang berbeda disengaja untuk merangsang tindakan belajar. Dapat dipilih berbagai metode seperti media massa, kelompok dan interpersonal. Kemampuan untuk memilih dan menggunakan metode yang paJing baik untuk tujuan-tujuan khusus merupakan ukuran keberhasilan seorang penyuluh.
(d) Evaluasi. Tahap keempat ini adalah mengevaluasi tindakan mengajar tersebut. Hal ini juga akan menjadi ujian mengenai cara yang secara akurat dan jelas tujuan dipilih dan dikondisikan. Perencanaan untuk evaluasi perlu dibangun menjadi perencanaan kerja selama tahap-tahap sebelumnya. Perbedaan dibuat antara prestasi yang hanya dicatat saja dan perbandingan hasil dengan tujuan asli. Proses evaluasi dapat dilakukan secara sederhana dan in¬formal atau dapat pula secara formal dan kompleks.
(e) Rekonsiderasi. Tahap kelima adalah mempertimbangkan perencanaan penyuluhan setelah evaluasi dilakukan. Tahap ini memuat suatu tinjauan upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya dan hasil-hasil yang menampakkan situasi baru. Apabila situasi baru menunjukkan kebutuhan akan kegiatan lebih lanjut, selanjutnya proses keseluruhan akan dimulai lagi dengan tujuan baru maupun tujuan yang dimodifikasi, maka proses tersebut akan bersambung. Situasi baru mungkin berbeda, hal ini dapat disebabkan karena:
1. Orang-orang telah berubah.
2. Telah terjadi perubahan secara fisik, ekonomis dan sosial.
3. Penyuluh disiapkan dengan lebih baik daripada sebelumnya dalam menyadari adanya kebutuhan maupun minat yang baru dari kliennya.

2. Model Proses Penyusunan Program Penyuluhan Menurut Kelsey dan hearne (1962) :
Model Kelsey dan Hearne menggambarkan kegiatan penyuluhan sebagai suatu siklus yang terdiri atas tujuh tahapan, yaitu (1) analisis situasi, (2) organisasi perencanaan, (3) proses perencanaan program, (4) program yang telah direncanakan, (5) rencana kerja, (6) pelaksanaan rencana kerja, dan (7) evaluasi.
3. Model Proses Penyusunan Program Penyuluhan Menurut KOK(1962)
Model KOK ini didasarkan atas kenyataan yang terjadi di lapangan. Terdiri atas sembilan tahapan, yaitu (1) survai, (2) analisis situasi, (3) identifikasi masalah, (4) penetapan aUfirnatif pemecahan masalah, (5) penentuan tujuan dan ruang lingkup peTmasalahan, (6) penyusunan rencana kerja, (7) pelaksanaan rencana kerja, (8) evaluasi, dan (9) rekonsiderasi.
4. Model Proses Penyusunan Program Penyuluhan Menurut Raudabaugh (1967):
Model perencanaan ini terdiri atas lima tahapan kegiatan yang berupa suatu siklus. Lima tahapan ini adalah (1) 'dentifikasi masalah, (2) penentuan tujuan, (3) pe-ngembangan rencana kerja, (4) penetapan rencana kerja, dan (5) penentuan kemajuan.
5. Model Proses Penyusunan Program Penyuluhan Menurut Passon (1966):
Model ini dibedakan ke dalam dua area kegiatan, yaitu area perencanaan program, yang terdiri atas empat tahap kegiatan, yakni (1) pengumpulan fakta, (2) analisis situasi, (3) identifikasi masalah, dan (4) penetapan tujuan. Dalam pada itu area pelaksanaan program, meliputi (5) penyusunan rencana kerja, (6) pelaksanaan rencana kerja, dan (7) .penentuan kemajuan. Kegiatan (8) rekonsiderasi merupakan tahap antara yang menghubungkan area kegiatan perencanaan dan area kegiatan pelaksanaan program.
Secara singkat, tahap-tahap perencanaan dari Model Pesson tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
(1) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan pengumpulan data-data dasar atau fakta yang diperlukan untuk menentukan masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan atau kegiatan yang akan direncanakan, Data-data tersebut meliputi: sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, teknologi yang telah digunakan, dan peraturan yang ada.
(2) Analisis keadaan
Tahap ini merupakan tahap penganalisisan data yang diperoleh dari lapangan, termasuk di dalamnya menganalisis sumber daya yang potensial untuk dikembangkan, perilaku masyarakat sasaran, keadaan yang ingin dicapai dan yang sudah dicapai, dan sebagainya.
(3) Identifikasi masalah
Tahap ini m erupakan upaya merum uskan faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan menganalisis kesenjangan antara data potensial dengan data aktual, antara keadaan. yang ingin dicapai dengan yang sudah dicapai, dan sebagainya. Kesenjangan-kesenjangan ini kemudian diinventarisir dan disusun berdasarkan prioritas.
(4) Perumusan tujuan
Dalam tahap perumusan tujuan yang harus diperhatikan adalah realistisnya tujuan yang hendak dicapai, ditinjau dari kemampuan sumber daya (biaya, jumlah dan kualitas tenaga) maupun waktu yang tersedia.
(5) Penyusunan rencana kegiatan
Tahap ini merupakan penyusunan rencana kerja yang meliputi penjadwalan, metoda yang digunakan, pihak-pihak yang terlibat, lokasi kegiatan, bahan dan peralatan yang dibutuhkan, pembiayan dan sebagainya.
(6) Pelaksanaan rencana kegiatan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari rencana kerja yang telah disusun. Masalah utama yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah partisipasi masyarakat sasaran. Oleh karenanya perlu dipilih waktu yang tepat, lokasi yang tepat, agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan.
(7) Menentukan kemajuan kegiatan
Tahap ini merupakan kegiatan monitoring pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, untuk melihat sejauh mana tujuan telah dicapai.
(8) Rekonsiderasi
Rekonsiderasi dimaksudkan untuk meninjau kembali rumusan program, termasuk kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Pada tahap ini dilihat hal-hal yang menjadi kendala atau sebaliknya keberhasilan yang dicapai, dalam rangka menyusun program berikutnya.
6. Menurut Suzetta (2007)
Sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good governance maka proses perencanaan program pembangunan juga melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif istilah menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Berbagai model perencanaan partisipatif, maka Perencana menjadi fasilisator masyarakat, berperan untuk mempromotori partisipasi masyarakat dalam pencarian pemecahan. Yang perlu ditekankan disini adalah pendekatan ”dari bawah ke atas (bottom up)” dan berusaha memberi wewenang masyarakat untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Pusat beban perencana dipindahkan dari pemerintah dan penguasa kota kepada masyarakat.
Beberapa model perencanaan yang dipilah berdasarkan proses perencanaan teknokrat/top down, bottom up dan partisipatif sebagai berikut:
a. Perencanaan Teknokrat/ Top down
1) Model Perencanaan Rasional Komprehensif (Rational Comprehensive Planning)
Dasar dari model perencanaan ini adalah menekankan pada kemampuan akal pikiran dalam memecahkan problem-problem yang berkembang dan terjadi dalam masyarakat. Problema yang ada dipecahkan melalui pendekatan ilmiah dalam analisisnya sehingga permasalahan-permasalahan dapat dicarikan solusinya secara cermat serta tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari.
Kelebihan dari model ini sebagai berikut:
a) Bersifat ”keahlian” karena itu seorang perencana dituntut memahamai perencanaan baik dari sisi teknis maupun filosofi.
b) Pada umumnya perencanaan model ini dilakukan bersifat perorangan, namun tidak menutup kemungkinan bersifat kolektif atau kelompok dengan asumsi kepentingan individu menyesuaikan kepentingan kelompok.
c) Karakter dasar perencanaan bersifat komprehensif (menyeluruh), yakni mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, sehingga semua masalah ingin coba diselesaikan.
Kekurangan model ini adalah:
a) Kurang dapat memperhitungkan sumber daya yang tersedia, karena berasumsi bahwa sumber daya dapat dicari dan diusahakan.
b) Pembuat keputusan dipegang para ahli/perencana sedangkan masyarakat hanya diberikan sedikit peran, biasanya hanya dalam bentuk publik hearing yang sifatnya serimonial. Dalam hal ini perencana menganggap paling tahu atas segala permasalahan
c) Perencanaan bersifat reduksionisme, determenistik dan obyektif sehingga bersifat sektoral.
Contoh model perencanaan rasional komprehensif adalah dalam Penyusunan Dokumen Tata Ruang Wilayah.
2) Model Perencanaan Induk (Master Planning)
Perencanaan induk (master planning) biasanya diterapkan pada perencanaan komplek bangunan atau kota baru secara fisik. Dibandingkan dengan perencanaan komprehensif yang dilakukan scara multi-disiplin, maka perencanaan induk umumnya dilakukan secara satu disiplin, misal arsitektur. Keduanya, perencanaan induk dan perencanaan komprehensif, mempunyai kesamaan dalam sifat produk akhir rencana yang jelas, rinci, end-state, tidak fleksibel—seakan masa depan sangat pasti.
3) Model Perencanaan Strategis (Strategic Planning)
Perencanaan strategis umumnya dipakai dalam organisasi yang bersifat publik. Model-model perencanaan strategis diaplikasikan di bidang usaha (bisnis) karena diperlukan untuk merencanakan perusahaan secara efektif dalam mengelola masa depan yang penuh dengan ketidakpastian (Kaufman dan Jacobs, 1996).
Kelebihan model ini adalah bersifat komprehensif karena semua aspek dikaji tetapi hanya berkaitan dengan isu strategis, hasil kajiannya bersifat menyeluruh, bukan hanya aspek fisik serta mempehitungkan sumber daya yang tersedia.
Kelemahan perencanaan strategis terletak pada keterbatasan pengetahuan sumber daya manusia organisasi yang tidak merata sehingga tidak semua memahami visi dan misi organisasi. Dalam pencermatan lingkungan internal dan eksternal organisasi harus dilakukan oleh anggota organisasi yang berpengalaman dan mengenal betul karakter organisasi, sehingga mampu mengetahi isu-isu organisasi yang strategis.
Contoh model perencanaan strategis adalah dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD).
4) Model Perencanaan Incremental
Model perencanaan yang dilakukan didominasi oleh proses lobi-lobi politik yang sempit, tidak menggunakan pendekatan ilmiah (rasional) dalam aktifitasnya.
Kelemahan perencanaan incremental adalah asumsinya bahwa kondisi masyarakat adalah pluralis yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Pengkritik paham incremental memperdebatkan bahwa masyarakat didominasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang melakukan kompetisi tidak adil dan tidak demokratis. Dalam hal ini nantinya kelompok masyarakat pemenang saja yang terwakili dalam perencanaan.
Contoh dari perencanaan model inceremental adalah dalam penentuan plafon belanja kota/daerah dengan mengestimasi bahwa kenaikan anggaran belanja berkisar 10 persen pada tahun perhitungan, hal ini mendasarkan pada realisasi anggaran pada tahun sebelumnya dengan menyesuaikan besarnya inflasi dan jumlah penduduk.
b. Perencanaan Bottom up
Model musyawarah, mulai dari MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), MUSRENBANGCAM (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan), MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).
c. Perencanaan Partisipatif
1) Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
Teknik untuk menyusun dan mengembangkan program yang operasional dalam pembangunan desa. Metode ini ditempuh dengan memobilisasi sumberdaya manusia, alam setempat, lembaga lokal guna mempercepat peningkatan produktivitas, menstabilkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mampu pula melesetarikan sumber daya setempat.
Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifikasian masalah sampai penentuan skala prioritas.
Teknik PRA antara lain: (1) Secondary Data Review (SDR)- Tinjau Data Sekuder; (2) Direct Observation-Observasi Langsung; (3) Semi-Structured Interviewing (SSI)-Wawancara Semi Tersruktur; (4) Focus Group Discussion (FGD)-Diskusi Kelompok Terfokus; (5) Preference Ranking and Scoring; (6) Direct Matrix Ranking; (7) Peringkat Kesejahteraan; (8) Pemetaan Sosial; (9) Transek (Penelusuran); (10) Kalender Musim; (11) Alur Sejarah; (12) Analisa Mata Pencaharian; (13) Diagram Venn; (14) Kecenderungan dan Perubahan.
2) Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)
Pengumpulan informasi dari pihak luar (outsider), kemudian data dibawa pergi, dianalisa dan peneliti tersebut membuat perencanaan tanpa menyertakan masyarakat. RRA lebih bersifat “penggalian informasi”, sedangkan PRA dilaksanakan bersama-sama masyarakat, mulai dari pengumpulan informasi, analisa, sampai perencanaan program.
3) Metode Kaji-Tindak Partisipatif
Esensinya menunjuk pada metodologi Participatory Learning and Action atau belajar dari bertindak secara partisipatif; belajar dan bertindak bersama, aksi refleksi partisipatif. Penggunaan istilah PLA dimaksudkan untuk menekankan pengertian partisipatif pada proses belajar bersama masyarakat untuk pengembangan. Kajian partisipatif menjadi dasar bagi tindakan partisipatif. Jika dari suatu tindakan terkaji masih ditemui hambatan dan masalah, maka kajian partisipatif diulang kembali untuk menemukan jalan keluar, demikian seterusnya.