Selasa, 13 Maret 2012

PERMASALAHAN KEMISKINAN, ALIH FUNGSI LAHAN DAN BANJIR DI KOTA SEMARANG

Ini Paper tugas pengganti ujian mata kuliah PPW (Perencanaan Pembangunan Wilayah)

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 adalah sebuah ironi jika pemerintah tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap sektor ini. Selain itu, 22% dari total penduduk Indonesia mendiamo wilayah pesisir. Ini berarti bahwa daerah pesisir merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional melalui kegiatan masyarakat seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan, transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya               (Wahyudin, 2005).
Perencanaan pembangunan suatu daerah akan efektif bila berangkat dari tujuan untuk menyelesaikan masalah utama atau isu daerah, oleh karena itu penting untuk lebih dahulu mengenali dan merumuskan isu dan permasalahan utama sebelum menyusun dokumen perencanaan. Bila dikaitkan dengan PP Nomor 38 Tahun 2007, maka isu dan masalah utama perlu diidentifikasi di setiap urusan penyelenggaraan pemerintahan (Setiadi et al., 2007).
Semarang merupakan kota pusat perdagangan, pusat bisnis dan pemerintahan di Propinsi Jawa Tengah. Tingkat perekonomian Kota semarang sedikit lebih maju dibandingkan kota-kota lain di Jawa Tengah dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang mencapai 9,46 trilyun pada tahun 1988 dan diperkirakan akan meningkat terus. Kota Semarang didukung letak geografis yang strategis, yaitu terletak di Teluk Semarang pada Laut Jawa, sehingga Kota Semarang mempunyai pelabuhan laut untuk mendukung perekonomian lokal (Suara Merdeka 8 Januari 2001).
Salah satu permasalahan yang menonjol di Kota Semarang ialah kemiskinan selain itu juga terdapat permasalahan lain seperti terjadinya alih fungsi lahan dari tegalan menjadi lahan terbangun untuk kawasan permukiman, terutama lereng-lereng perbukitan antara 8-15% (konservasi lahan) bahkan di beberapa tempat dilereng sekitar 25%. Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian, perumahan ataupun industri.
Selain permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas, Kota Semarang sebagai kota perdagangan mengalami gangguan dengan adanya bencana banjir yang rutin terjadi setiap tahun. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian, perumahan ataupun industri. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi diperlukan strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah.

II. PEMBAHASAN
A.     Permasalahan Banjir di Kota Semarang
Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang sebagai kota perdagangan mengalami gangguan dengan adanya bencana banjir yang rutin terjadi setiap tahun. Bencana banjir sudah menyebar meliputi setengah dari luas wilayah Kota Semarang. Berbagai cara diterapkan untuk memecahkan permasalahan banjir seperti pembangunan polder di daerah stasiun Tawang, pembuatan tanggul-tanggul dan rehabilitasi sungai yang melewati Kota Semarang, belum dapat mengatasi persoalan banjir secara menyeluruh. Proyek pembangunan polder, tanggul, dan rehabilitasi sungai sudah menghabiskan dana yang sangat besar dan sebagian besar dana diperoleh dari pinjaman luar negeri.
1.   Potensi Banjir
Kota Semarang memiliki daerah-daerah potensi banjir, karena adanya perbedaan tinggi dataran wilayah utara dan wilayah selatan. Kondisi ini terjadi karena adanya banjir kiriman dari wilayah selatan Kota Semarang dan Kabupaten Semarang.
Potensi kedua, adanya perubahan lahan dari hutan karet manjadi perumahan di wilayah Kecamatan Mijen memperbesar runoff di daerah tersebut. Akibatnya jumlah air hujan yang mengalir ke wilayah Ngaliyan menjadi bertambah dan membuat daerah tersebut terkena musibah banjir. Padahal sebelumnya derah tersebut belum pernah terjadi banjir. Selain penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Semarang dari areal pertanian menjadi arela perumahan-perumahan baru. Celakanya banyak sungai yang berhulu di daerah Kabupaten Semarang melewati kota Semarang.
Potensi ketiga, adanya pengeprsan bukit dibeberapa tempat mengakibatkan perubahan pola aliran air, erosi dan mempertinggi kecepatan air, sehingga membebani drainase/ potensi keempat, pembangunan rumah liar di atas bantaran sungai, pembuatan tambak yang mempersempit sungai dan menutup saluran di daerah hilir (Suara Merdeka, 10 Januari 2001).
Potensi kelima adalah permasalahan non teknis yaitu perilaku masyarakat Kota Semarang yang buruk. Perilaku membuang sampah di saluran dan sembarang tempat. Rendahnya kesadaran masyarakat kota ditunjukkan sewaktu banjir di beberapa jalan protocol Kota Semarang diakibatkan adanya saluran yang mampet, tetapi masyarakat tidak sesegera mungkin untuk mengatasinya melainkan menunggi petugas dari Pemerintaha Kota untuk mengatasi permasalahan pada saluran tersebut.
2.   Usaha-usaha Pemerintah Kota Semarang
Pemerintah Kota Semarang berusaha sekuat tenaga untuk mengatasi banjir dengan mengadakawn penyelsaian berupa proyek-proyek yang bersifat sektoral. Usaha-usaha yang dilakukan, antara lain dengan usaha-usaha normalisasi sungai, perbaikan tanggul-tanggul yang rusak, akibat banjir atau usia, pembelian alat-alat untuk pedalaman sungai dan sebagainya.
Proyek – proyek yang dimulai oleh Pemerintah Kota Semarang antara lain sebagai berikut: 1) Proyek muara silandak, 2) Plot drainase (O&M), 3)Urban drainase master plan, 4) penangan banjir, 5) pengadaan alat berat, 6) rehabilitasi tanggul, 7) normalisasi kali tenggang, 8) normalisasi banjir kanal timur, dan 9) tanggul kali malang.
Selain proyek-proyek diatas , para ahli dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) mengusulkan sebuah bnagunan dam lepas pantai untuk mengatasi masalah banjir di kota Semarang secara runtas. Dam tersebut juga didukung adanya waduk yang dapat menampung 375 juta m3. Dam tersebut mempunyai panjang 18 km dari Demak sampai ke Kendal dengan lebar 80 meter dan tinggi 40 meter. Pembangunan dam ini dilakukan oleh swasta dengan sistem Build Operate Transfer (BOT).
3.   Community Rating System
Community Rating System (CRS) merupakan salah satu pendekatan pencegahan banjir dengan cara memberikan penilaian dari masyarakat terhadap suatu perencanaan yang telah disiapkan untuk diterapkan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Pada proses perencanaan membutuhkan 10 langkah dalam merencanakan  metode CRS, dengan memperhatikan  informasi yang dikumpulkan, tujuan yang ditetapkan, meninjau alternative yang ada, dan memutuskan apa yang harus dilakukan. Langkah-langkah perencanaan CRS tersebut adalah:
a.      Menentukan proses perencanaan
Metode dan proses perencanaan akan diganti, jika masyarakat mengalami kemandegkan dan keruwetan di dalam aktifitas kehidupannya, akibat adanya banjir. Perencana: melakukan penyelesaian kembali orang-orang yang terlibat dalam proses perencanaan terdahulu. Dukungan staff: melakukan pemilihan anggota staf yang jujur dan bertanggung jawab untuk mengaplikasikan perencanaan yang telah disusun, dimana terdapat 3 kriteria untuk perekrutan anggota staf yang baru, yaitu:
1)     Memahami dan mengerti usaha-usaha pencegahan banjir
2)     Bertanggung jawab terhadap perencanaan yang dilakukan
3)     Mengakomodasi usulan-usulan dari berbagai kalangan
Pemecahan untuk Kota Semarang ialah perlu diaplikasikan oleh Walikota Semarang untuk mempromosikan dan menerapkan salah satu programnya untuk mengatasi banjir Kota Semarang dalam jangka waktu tertentu. Program tersebut diberikan kesempatan untuk staf dan karyawan yang lama untuk berbuat sesuatu untuk merencanakan dan melakasanakan program tersebut, apabila gagal, maka walikota harus mengambil tindakan dengan melakukan pergantian seluruh staf yang terkait. Setelah itu melakukan seleksi untuk memilih staf karyawannya dengan melalui 3 kriteria tersebut.
b.      Melibatkan peran masyarakat
Masyarakat dapat membantu dalam proses perencanaan dan mendukung program yang diusulkan. Dukungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk aktifitas-aktifitas sebagai berikut:
1)     Masyarakat menyediakan informasi dan data historis banjir di wilayahnya
2)     Masyarakat terlibat untuk membantu dalam pembentukan sebuha program melalui masukan-masukan yang diberikan
3)     Partisipasi masyarakat akan mencegah adanya penyalahgunaan wewenang
4)     Masyarakat akan bekerja sama dengan pihak terkait dalam membagi beban pekerjaan di lapangan.
Langkah pertama, masyarakat akan membentu memberikan data-data yang dibutuhkan untuk membuat sebuah program pencegahan banjir, seperti tingginya banjir di tempat mereka tinggal dan informasi dampak dari banjir. Informasi yang didapatkan akan memberikan masukan untuk terbentuknya sebuah perencanaan. Terdapat beberapa cara yang berguna untuk kepentingan umum, yaitu:
1)     Melayani atau mengirim wakilnya ke panitia perencanaan pencegahan banjir
2)     Menghadiri rapat atau diskusi banjir untuk memberikan  masukan
3)     Mempelajari perkembangan hasil dari rapat dan diskusi masalah pemecahan masalah banjir
4)     Mengevaluasi dan mengkritisi laporan perencanaan
Langkah kedua, pemerintah daerah membentuk panitia perencana yang anggotanya terdiri dari instansi pemerintah yang terkait dan masyarakat umum, untuk memimpin secara bersama-sama. Lembaga panitia ini akan mempertimbangkan dan memperhatikan kepentingan banyak orang dengan perencanaan yang selalu up to date. Program banjir yang ditawarkan walikota akan melibatkan beberapa komponen masyarakat, seperti para akademika, tokoh-tokoh masyarakat, LSM, dan organisasi masyarakat lainnya. Diadakan pertemuan berkala untuk membahas perencanaan pencegahan banjir secara terpadu dan hasil dari rapat dipublikasikan ke masyarakat seluruh Kota Semarang.
c.      Mengkoordinasikan antara kelompok masyarakat dan pemerintah
Hasil dari beberapa pertwmuan dilaksanakan dengan berkoordinasi antara instansi pemerintah dan masyarakat dengan peran masing-masing, misalnya instansi pemerintah melakukan koordiansi dalam pengalokasian dana untuk mengusulkan beberapa program pencegahan banjir baik fisik dan non fisik antara pemerintah daerah, pemerintah pusat dan juga lembaga donor. Sedangkan dari pihak masyarakat berperan melakukan pemberdayaan asyarakatnya dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan masyarakat mengenai tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha penanggulangan banjir.
d.      Memperkirakan bahaya dan resiko banjir
Adanya pemetaan banjir yang dikamas dalam informasi brosur atau buku panduan yang disebar kemasyarakat. Info banjir informasi mengenai tinggi genangan yang terjadi beberapa tahun belakang, kapan biasanya banjir tersebut terjadi, berapa jumlah korban jiwa, apa perlu dilakukan jika banjir tersebut datang secara tiba-tiba, dan sebagainya. Info banjir tersebut diberikan ke seluruh warga Kota Semarang khususnya untuk warga yang tinggal di daerah rawan banjir, sehingga masyarakat dapat  memperhitungkan bahaya dari sejak dini.
e.      Mengevaluasi dari permasalahan banjir
Untuk mengahsilkan suatu perencanaan yang matang diundang berbagai ahli untuk menyumbangkan saran dan memecahkan secara bersama-sama, kemudian mengevaluasi permasalahan banjir secara menyeluruh dari berbagai segi. Pada pertemuan tersebut juga melakukan evaluasi terhadap tata ruang dari Kota Semarang, sehingga dapat diketahui pelanggaran-pelanggarab yang berpotensi untuk menimbulkan bencana banjir.
f.       Menyusun tujuan
Hasil dari pertemuan yang dilakukan hendaknya menghasilkan tujuan penyelesaian yang mengusahakan mengurangi kerugian jiwa harta dan benda, dan tidak kalah pentingnya adalah mengusahakan mengembalikan keadaan hulu yang rusak. Hal tersebut dilakukan supaya program yang dihasilkan dapat menghasilkan manfaat untuk masyarakat dan tidak sia-sia.
g.      Mengevaluasi strategi dan ukuran yang diterapkan
Mengadakan evaluasi terhadapa strategi dan ukuran yang diterapkan dengan mengadakan penilaian, apakah hal tersebut telah memberikan keuntungan atau memberikan dampak positif untuk lingkungan. Evaluasi dari strategi dan ukuran yang diterapkan dimaksudkan untuk menilai apakah program yang selama ini diterapkan sudah berhasil atau belum. Sehingga setiap program yang telah diterapkan perlu adanya evaluasi untuk mengukur apakah program yang dilaksanakan tersebut berhasil atau tidak dan dimana letak keurangan-kekurangan dari program tersebut.
h.      Memberikan konsep untuk pelaksanaan
Terdapat tiga pemikiran aplikasi perencanaan yaitu:
1)     Mendiskripsikan bagaimana perencanaan dipersiapkan. Hal ini menolong pembaca mengerti background dan rasionalitas dari rencana dan bagaimana masyarakat memahaminya.
2)     Merekomendasikan pelaksanaan. Rencana sebaiknya mengidentifikasi secara jelas dan bagaimana cara membiayainya. Ini diprioritaskan proyek yang lebih mendesak.
3)     Budget. Rencana sebaiknya menjelaskan bagaimana gambaran biaya yang dibutuhkan dan perencanaan akan dibiayai.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan dengan metode CRS ini memerlukan laporan mengenai perihal tersebut. Laporan penulisan tersebut harus memuat topic-topik berikut:
1)     Perkiraan bahaya banjir
2)     Perkiraan masalah
3)     Tujuan dan sasaran
4)     Aktifitas pencegahan banjir
5)     Rencana pelaksanaan
i.        Menyetujui perencananaan
Laporan rencana yang ada dievaluasi untuk kepentingan komunitas warga kota. Perencanaan tersebut sebaiknya dipublikasikan dan disebarkan ke semua komunitas dan organisasi yang berpengaruh. Setelah itu, diadakan diskusi atau diseminatkan untuk membahas program perencanaan yang ada. Dimana diskusi atau seminar akan menghasilkan penyempurnaan perencanaan menuju lebih baik, sehingga perencanaan dapat diakui oleh berbagai elemen komunitas dan organisasi.
j.        Mengaplikasi, mengevaluasi dan memperbaiki perencanaan
Kunci kesuksesan dari aplikasi dari program ini adalah adanya pertanggung jawaban orang-orang yang terlibat dari rencana sampai bentuk aplikasi rencana yang diterapkan. Oleh karena itu, pentingnya mengidentifikasikan perencanaan untuk mendukung kesuksean dari implementasi di lapangan. Dalam implementasi tidak ada yang sempurna, sehingga apabila ada kecacatan dalam hal implementasi, sehingga membutuhkan adanya perbaikan-perbaikan. Oleh karena itu, membutuhkan sistem monitoring untuk mengawasi dan mengadakan laporan kemajuan dari implementasi yang ada. Setiap laporan dari implementasi dapat dilaporkan, sehingga secara periodic dapat dibahas kemajuan dan kemunduran dari aplikasi rencana yang ada, sehingga evaluasi-evaluasi dari report yang ada untuk memperbaiki sistem yang ada.
B.     Permasalahan Kemiskinan di Kota Semarang
Keadaan penduduk Kota Semarang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan, tetapi jumlah penduduk miskin di Kota Semarang juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin di Kota Semarang mencapai 44.013 kepala keluarga, pada tahun 2003 mengalami peningkatan mencapai 44.358 kepala keluarga, pada tahun 2004 penduduk miskin di Kota semarang mencapai 59.550 kepala keluarga, pada tahun 2005-2007 penduduk miskin di Kota semarang mencapai 82.665 kepala keluarga (Pemerintah Kota Semarang, 2007).
Terdapat isu pokok kemiskinan di Kota Semarang, yaitu terbatasnya kesempatan kerja/ berusaha, terbatasnya akses terhadap faktor produksi, kurangnya akses terhadap pendidikan, kurangnya akses terhadap biaya kesehatan, lemahnya penyelenggaraan perlindungan soaial dan budaya, dan rendahnya akses terhadap sarana dan prasarana lingkungan. Membebaskan dan melindungi masyarakat dari kemiskinan dalam arti luas, yang berarti bukan hanya mencakup upaya mengatasi ketidakmampuan untuk memenuhi konsumsi dasar, akan tetapi juga sejauh mana kelompok miskin dapat mempunyai akses terhadap berbagai kebutuhan dasar lainnya seperti pendidikan, kesehatan, partisipasi dalam kehidupan ekonomi, sosial politik dan budaya secara penuh. Oleh karena itu secara bertahap melalui program penanggulangan kemiskinan akan mengurangi jumlah keluarga miskin di Kota Semarang.
Pemerintah Kota Semarang mempunyai strategi dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang, antara lain sebagai berikut:
1.      Strategi peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktifitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaab, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik.
2.      Strategi pengurangan, melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses ke pendidikan, kesehatan, dan infrakstruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.
3.      Strategi peningkatan kepedulian dan kerjasama stakeholder dalam membantu masyarakat miskin.
Pemerintah Kota Semarang mempunyai program dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang. Yaitu sebagai berikut:
1.      Program Peningkatan Kapasitas dan Sumber Daya Manusia
Kebijakan program peningkatan kapasitas dan sumber daya manusia yang dilaksanakan Pemerintah Kota Semarang meliputi :
a.      Beasiswa
b.      Biaya Penyelenggaraan Pendidikan bagi siswa kurang mampu
c.      Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
d.      Penanggulangan Gisi Buruk
e.      Pengadaan Obat-abatan dan perbekalan Puskesmas
f.       Pengadaan Air Bersih
g.      Pembangunan dan Rehab MCK
h.      Perbaikan Kualitas jalan dan lingkungan Permukiman
i.       Penyediaan dan perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman
j.       Pembangunan Sarana dan Prasarana (Kontingensi)
2.      Program Perluasan Kesempatan Kerja
Kebijakan perluasan kesempatan kerja yang dilaksanakan Pemerintah Kota Semarang meliputi :
a.      Peningkatan kesempatan kerja
b.      Pelatihan dan peningkatan ketrampilan tenaga kerja
c.      Pemberdayaan tenaga kerja Padat Karya Produktif

3.      Program Pemberdayaan Masyarakat
Kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah Kota Semarang meliputi:
a.      P2KP
b.      JSDF
c.      Peningkatan sarana dan prasrana produksi Perikanan
d.      Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
e.      Pembinaan dan Pelatihan pengembangan perikanan dan budidaya perikanan
f.       Pengembangan agrobisnis pertanian
g.      Peningkatan Produksi, Produktivitas dan kualitas/mutu produk pertanian
h.      Bantuan modal usaha kelompok petani
i.       Pembinaan UKM dan Koperasi
j.       Pemberian bantuan kredit modal usaha bagi UKM
k.      Pengembangan dan Peningkatan tekhnologi industri bagi IKM
l.       Bantuan pelatihan pengrajin IKM
4.      Program Perlindungan Sosial
Kebijakan peningkatan perlindungan sosial yang dilaksanakan pemerintah Kota Semarang meliputi:
a.      Bantuan Pelayanan KB dan MO bagi masyarakat miskin
b.      Fasilitasi bantun kepada masyarakat miskin
c.      Bantuan Bencana Alam dan Bantuan Sosial
d.      Pembinaan Panti Sosial dan Luar Panti
e.      Peningkatan Rehabilitasi Sosial
Permasalahan penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang ialah belum optimalnya perencanaan program penanggulangan kemiskinan daan penangannya masih bersifat parsial, sektoral, belum dilaksanakan secara terpadu, selain itu kebijakan pemerintahan pusat yang kurang memperhatikan kondisi riil daerah serta lemahnya akses database penduduk miskin. Terdapat langkah-langkah dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang, yaitu mempertajam rencana pembangunan daerah terkait penanggulangan permiskinan, menyusun rencana aksi panggulangan pemiskinan, melaksanaan penanggulangan pemiskinan secara integrated, harmonisasi program dan kegiatan penangulangan pemiskinan baik dengan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan pengembangan database penduduk miskin yang dapat diakses oleh SKPD.
C.     Permasalahan Alih Fungsi Lahan di Kota Semarang


Perubahan fungsi lahan dan penggalian bahan galian memperparah kerusakan lingkungan yang berakibat tanah longsor dan hilangnya sumberdaya air. Usaha memperbaiki kondisi lingkungan telah banyak dilakukan baik oleh Pemerintah dan Masyarakat Kota Semarang, diantaranya melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), Penanaman Sejuta Pohon, dan penanaman partisipatif oleh masyarakat. Usaha-usaha tersebut belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan lingkungan, namun secara bertahap sudah menyadarkan masyarakat tentang arti pentingnya konservasi lahan. Program ini diperuntukkan bagi pengelolaan lahan dalam mendukung konservasi dan membantu peningkatan pendapatan masyarakat miskin antara lain membuka akses masyarakat miskin terhadap lahan negara (lahan bengkok) seluas 162 Ha dan mendorong inisiatif masyarakat untuk menanam pohon di lahan miliknya dan menerapkan teknik-teknik konservasi lahan dan air. Program ini dilaksanakan di 5 kecamatan meliputi 36 kelurahan di Semarang Atas. Program dilakukan dengan dukungan dana hibah dari Pemerintah Jepang melalui Japan Social Development Fund. JSDF melalui World Bank selama tiga tahun mulai tahun 2005 sampai dengan 2007. Arahan pengelolaan program yaitu untuk memperbaiki kondisi lingkungan Semarang atas, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yang terlibat. Mengembangkan model kerjasama antara berbagai pihak (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi dalam menangani masalah lingkungan dan mengentaskan kemiskinan.
Dalam memperbaiki kondisi lingkungan Semarang atas (lahan dan air) melakukan penerapan usahatani konservasi penanaman tanaman pokok berupa tanaman kayuan dan buahan yang disesuaikan dengan faktor-faktor teknis dan faktor-faktor non teknis. Penanaman tanaman kayuan yang dipilih masyarakat adalah tanaman jati penanaman tanaman buahan yaitu durian monthong, rambutan binjai dan mangga arumanis dan manalagi. Disamping tanaman pokok juga ditanam tanaman sela yang bernilai ekonomi tinggi dan diarahkan pada komoditi pengolahan pasca panen yang dapat menjadi embrio Home Industry. Tanaman Pokok dan Tanaman Sela akan dikembangkan dan dikelola sebagai suatu agribisnis bahkan menjadi agroindustry. Penyediaan air siraman untuk tanaman dan penyediaan pupuk untuk tanaman.  Peserta program diberi insentif berupa akses terhadap lahan yaitu dengan meminjamkan tanah bengkok kepada petani untuk diusahakan tanaman konservasi baik berupa tanaman kayuan maupun buahan. Petani juga diberi dana bergulir yang dipergunakan sebagai modal untuk budidaya tanaman sela yang selanjutnya dapat digunakan sebagai modal usaha pasca panen komoditi yang bernilai ekonomi sebagai suatu usaha home industry. Pemberian bibit tanaman kepada masyarakat di sekitar lokasi program yang tidak menjadi peserta lahan bengkok. Pemberian Pupuk tahap pertama dan tahap kedua, pemberian alat pertanian sederhana, penyediaan fasilitas air siraman, pemberian dana hibah kelurahan untuk prakarsa dan konservasi lahan dan air.
Pengembangan Kelembagaan dilakukan dengan pembentukan Kelompok Tani di setiap hamparan atau berdasar kesepakatan petani. Asosiasi Petani baik di Tingkat Kelurahan maupun di Tingkat Kota Semarang yang akan memberikan arahan terutama memasarkan produk yang dihasilkan dari Home industry komoditi yang diusahakan. Dalam pembentukan asosiasi petani konversi berlangsung dengan prinsip langsung, umum, bebas dan rahasia serta adanya kesetaraan gender, adanya perempuan sebagai salah satu kandidat ketua. Permasalahan yang muncul yaitu motivasi petani sebagian belum optimal karena malas yang mengakibatkan sebagian tanaman pokok mati dan pemanfaatan lahan untuk tanaman sela tidak optimal dan sulit menerima perubahan, masih bersifat tradisional sehingga hasil kurang optimal serta pemahaman hak dan kewajiban masih kurang.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. “Kliping Bencana banjir di Kota Semarang”. Harian Suara Merdeka. Semarang.

Pramono, Sigit. 2002. Analisis Penyelesaian Masalah Banjir di Kota Semarang dengan Pendekatan Sistem Peringkat Komunitas (SPK). Jurnal Desain dan Kontruksi Volume 1 No.2 Desember 2002. Semarang.

Setiadi, Rukuh et al,. 2007. Pemetaan Isu dan Permasalahan Utama Pembangunan Kota Semarang dalam Kerangka Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNDIP. Semarang.

Wahyudin, M. 2005. Analisis Potensi dan Permasalahan Pantai Kota Semarang sebagai Kawasan Wisata Bahari. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.